Segala puji bagi Allah Rabbul ‘aalamin, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kepada keluarganya, sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba’du:

Berikut ini merupakan lanjutan tentang fiqh jihad yang telah dibahas sebelumnya, dan pada kali ini kita akan membahas tentang akad hudnah, dzimmah dan keamanan.

A. Hudnah

Hudnah secara bahasa artinya tenang. Sedangkan secara syara’, hudnah artinya akad (perjanjian) yang dilakukan oleh imam atau wakilnya kepada orang-orang kafir harbi untuk menghentikan perang dalam sementara waktu sesuai kebutuhan meskipun lama. Hudnah disebut pula muhaadanah, muwaada’ah atau mu’aahadah.

Imam diperbolehkan melakukan akad hudnah dengan orang-orang kafir untuk menghentikan perang untuk sementara waktu sesuai kebutuhan, jika dalam melakukannya terdapat maslahat bagi kaum muslimin, seperti keadaan kaum muslimin ketika itu lemah, atau belum memiliki persiapan atau karena maslahat lainnya, seperti harapan agar orang-orang kafir tersebut masuk Islam. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:

“Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kamu kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (QS. Al Anfaal: 61)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melakukan akad hudnah ini dengan orang-orang kafir selama sepuluh tahun, dan melakukan shulh (perjanjian damai) dengan orang-orang Yahudi di Madinah.

Hudnah yang dilakukan oleh imam atau wakilnya wajib diberlakukanya, yakni tidak boleh dibatalkan selama mereka istiqamah memenuhi perjanjian dan tidak berkhianat dan kita tidak khawatir dengan pengkhianatan mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

Maka selama mereka berlaku lurus terhadapmu, hendaklah kamu berlaku lurus (pula) terhadap mereka.” (At Taubah: 7)

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman,

“Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah aqad-aqad itu.” (QS. Al Maa’idah: 1)

Jika mereka (musuh) membatalkan perjanjian, baik dengan menyerang, membantu musuh kita dalam menyerang kita, membunuh seorang muslim, atau mengambil hartanya, maka batallah perjanjian itu dan boleh memerangi mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَإِن نَّكَثُوا أَيْمَانَهُم مِّن بَعْدِ عَهْدِهِمْ وَطَعَنُوا فِي دِينَكُمْ فَقَاتِلُوا أَئِمَّةَ الْكُفْرِ إِنَّهُمْ لاَأَيْمَانَ لَهُمْ لَعَلَّهُمْ يَنْتَهُونَ

“Jika mereka merusak sumpah (janji)nya setelah mereka berjanji, dan mereka mencerca agamamu, maka perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafir itu, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang (yang tidak dapat dipegang) janjinya, agar mereka berhenti.” (QS. At Taubah: 12)

Demikian pula jika dikhawatirkan mereka membatalkan perjanjian karena ada tanda yang menunjukkan demikian, maka boleh bagi kita mengembalikan perjanjian kepada mereka dan tidak melanjutkan perjanjian tersebut. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَإِمَّا تَخَافَنَّ مِن قَوْمٍ خِيَانَةً فَانبِذْ إِلَيْهِمْ عَلَى سَوَآءٍ إِنَّ اللهَ لاَيُحِبُّ الْخَآئِنِينَ

 “Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat.” (QS. Al Anfaal: 58)

Maksudnya adalah beritahukanlah kepada mereka pembatalan perjanjian agar kita dan mereka sama-sama tahu, dan tidak boleh memerangi mereka sebelum diberitahukan pembatalan perjanjian.

B. Akad dzimmah dan pembayaran jizyah (pajak)

Dzimmah secara bahasa artinya ‘Ahd, yaitu keamanan dan jaminan. Secara istilah, dzimmah artinya membiarkan orang-orang kafir di atas kekafiran mereka dengan syarat mereka menyerahkan jizyah (pajak) dan memegang ajaran-ajaran agama yang ditetapkan syariat Islam terhadap mereka.

Dasar disyariatkan akad dzimmah adalah firman Allah Ta’ala:

قَاتِلُوا الَّذِينَ لاَيُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَلاَ بِالْيَوْمِ اْلأَخِرِ وَلاَيُحَرِّمُونَ مَاحَرَّمَ اللهُ وَرَسُولُهُ وَلاَيَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَن يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ

“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari akhir, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.” (At Taubah: 29)

Demikian pula berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى الْإِسْلَامِ فَإِنْ أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ … فَإِنْ هُمْ أَبَوْا فَسَلْهُمْ الْجِزْيَةَ فَإِنْ هُمْ أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ

Kemudian ajaklah mereka kepada Islam. Jika mereka mau memenuhi ajakanmu, maka terimalah (keislaman) mereka dan tahanlah dirimu dari mereka,…dst. Jika mereka menolak, maka mintalah jizyah dari mereka. Jika mereka mau memenuhi ajakanmu, maka terimalah dari mereka dan tahanlah dirimu dari (memerangi) mereka.” (HR. Muslim)

Jizyah ini diambil dari laki-laki yang mukallaf (akil dan baligh), merdeka, kaya dan mampu membayar. Oleh karena itu, tidak diambil dari budak, karena ia tidak memiliki sehingga seperti orang fakir (miskin), dan tidak diambil dari wanita, anak-anak dan orang gila, karena mereka tidak termasuk orang yang berperang, dan tidak pula diambil dari orang yang sakit menahun dan orang yang tua renta, karena darah mereka terpelihara sehingga mereka disamakan seperti kaum wanita.

Setelah terjadi akad dzimmah, maka kaum muslimin dilarang memerangi mereka, diperintahkan menjaga harta dan kehormatan mereka, menjamin kebebasan kepada mereka, tidak menyakiti mereka, dan memberikan hukuman kepada orang yang mengganggu mereka. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Fa in hum ajaabuuka faqbal minhum wa kuffa ‘anhum.” (artinya: Jika mereka memenuhi ajakanmu, maka terimalah dari mereka dan tahanlah dirimu dari mengganggu mereka).

C. Akad Keamanan

Aman secara bahasa lawan dari kata takut. Secara istilah, aman artinya memberikan keamanan kepada orang kafir terhadap harta dan darahnya sampai waktu yang ditentukan.

Dasar disyariatkan akad keamanan adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَإِنْ أَحَدٌ مِّنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلاَمَ اللهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لاَّيَعْلَمُونَ

“Dan jika seorang di antara orang-orang musyrik itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia agar ia dapat mendengarkan firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.” (QS. At Taubah: 6)

Akad keamanan kepada orang kafir ini sah jika dilakukan oleh setiap muslim dengan syarat ia berakal dan baligh, dan atas dasar pilihannya (tidak dipaksa, mabuk atau sedang tidak sadar). Dengan demikian, akad ini sah dilakukan oleh wanita muslimah, seperti sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Ummu Haani’, “Kami akan melindungi orang yang engkau lindungi wahai Ummu Haani.” Demikian pula sah dilakukan oleh budak, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

ذِمَّةُ الْمُسْلِمِينَ وَاحِدَةٌ يَسْعَى بِهَا أَدْنَاهُمْ

Dzimmah kaum muslimin itu sama, yang rendah juga dapat memegangnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Keamanan ini ada yang umum, yaitu dari imam untuk semua kaum musyrik atau dari amir (pemimpin) untuk semua penduduknya, dan ada yang khusus, yaitu dari salah seorang rakyat kaum muslimin kepada salah seorang dari musuh.

Keamanan yang umum ini bagian dari tindakan imam kaum muslimin, karena kekuasaannya umum, dan seseorang tidak berhak melakukannya kecuali dengan persetujuannya.

Akad keamanan ini bisa dilakukan dengan ucapan yang menunjukkan pemberian keamanan, seperti, “Engkau aman,” atau “Aku lindungi engkau,” atau, “Engkau tidak akan apa-apa.”

Musta’min adalah orang yang meminta keamanan agar dapat menyimak firman Allah dan mengenal syiar-syiar Islam. Orang yang seperti ini wajib dipenuhi permintaannya, lalu dikembalikan ke tempat yang aman baginya.

Akad keamanan ini harus dijaga. Oleh karena itu, diharamkan membunuh orang yang meminta keamanan atau menawannya atau memperbudaknya, demikian pula harus dipelihara semua perkara yang disepakati dalam akad keamanan.

Diperbolehkan mengembalikan akad keamanan ini kepada musuh, jika dikhawatirkan kejahatan dan pengkhianatan mereka.

Wallahu a’lam, wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa man waalaah.

Oleh: Marwan bin Musa

Artikel www.Yufidia.com

Maraaji’: Al Maktabatusy Syamilah dan Fiqhul Muyassar.

Flashdisk Video Belajar Iqro Belajar Membaca Al-Quran

KLIK GAMBAR UNTUK MEMBELI FLASHDISK VIDEO BELAJAR IQRO, ATAU HUBUNGI: +62813 26 3333 28