Jilbab Wanita Muslimah

Saat berbagai sarana dimanfaatkan oleh orang-orang kafir untuk memudarkan cahaya Islam; menjauhkan kaum muslimin dari agamanya serta menghilangkan rasa bangga dengan agamanya, di mana tidak ada satu pun sarana kecuali mereka mengambil bagian, maka tersebar luaslah pemikiran, budaya, akhlak dan cara hidup orang-orang kafir di kalangan kaum muslimin baik yang tinggal di kota-kota maupun di desa-desa,

Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai. (QS. At Taubah: 32)

Akibatnya, banyak wanita muslimah yang dangkal ilmu agamanya terbawa oleh arusnya, mereka lepas jilbabnya, pergi keluar rumah berdandan seperti dandanan wanita kafir dan dandanan wanita jahiliyyah dahulu. Padahal Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman:

“Janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu, dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ta’atilah Allah dan Rasul-Nya.” (QS. Al Ahzaab: 33)

Di antara contoh berhias dan bertingkah laku ala jahiliyyah adalah:

  • Wanita sengaja berjalan di hadapan laki-laki untuk menarik perhatian mereka.
  • Wanita berjalan dengan berlenggak-lenggok nampak seperti merayu lelaki.
  • Menampakkan keelokan wajah dan bagian-bagian tubuh yang membangkitkan birahi di hadapan laki-laki yang bukan mahram.

Tidaklah kita keluar dari rumah, kecuali tampak wanita-wanita muslimah terbuka aurat, mereka sudah tidak mengenal lagi kewajiban jilbab,

“Wahai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzaab: 59)

Ada di antara mereka yang hendak menutup auratnya, namun mereka tidak memperhatikan syarat-syaratnya karena ketidaktahuan, oleh karenanya mudah-mudahan Allah menjadikan risalah ini mengingatkan setiap muslimah dari kelalaiannya, mengembalikan mereka kepada agamanya dan menjaga mereka dari semua ajakan yang membawa mereka kepada kebinasaan.

Berikut ini aturan (syarat-syarat) dalam mengenakan jilbab:

1. Menutupi seluruh tubuh selain yang dikecualikan (yaitu muka dan kedua telapak tangan), kalau pun ditutup muka (seperti memakai cadar) dan tangannya maka lebih utama.

Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman:

Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, menjaga kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang nampak dari padanya. (QS. An Nuur: 31)

Ayat di atas menunjukkan wajibnya menutup seluruh tubuh di hadapan ajaanib (laki-laki asing/bukan mahram) selain yang biasa nampak (yakni yang tidak mungkin ditutupi).

Ulama memiliki beberapa penafsiran tentang ayat “kecuali yang nampak dari padanya”, sbb:

  • Ada yang menafsirkan “yakni muka dan telapak tangannya.”
  • Ada yang menafsirkan “kecuali perhiasan yang tampak tanpa disengaja”
  • Ada juga yang menafsirkan bahwa perhiasan yang tampak itu adalah pakaian.
  • Dan ada juga yang menafsirkan perhiasan yang biasa nampak itu adalah celak, cincin, pacar di jari tangan dsb, yakni yang tidak mungkin ditutupi.

Ibnu Khuwaiz Mandad berkata, “Wanita itu jika cantik dan dikhawatirkan timbul fitnah dari muka dan telapak tangannya hendaknya menutupnya, dan jika wanita itu sudah tua atau jelek maka tidak mengapa membuka wajah dan telapak tangannya.”

2. Bukan berfungsi sebagai perhiasan,

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ثَلاَثَةٌ لاَ تَسْأَلْ عَنْهُمْ – يَعْنِيْ لِأَنَّهُمْ مِنَ اْلهَالِكِيْنَ – : رَجُلٌ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ وَعَصَى إِمَامَهُ وَمَاتَ عَاصِياً، وَأَمَةٌ أَوْ عَبْدٌ أَبَقَ فَمَاتَ، وَامْرَأَةٌ غَابَ عَنْهَا زَوْجُهَا، قَدْ كَفَاهَا مُؤْونَةُ الدُّنْيَا، فَتَبَرَّجَتْ بَعْدَهُ، فَلاَ تَسْأَلْ عَنْهُمْ

“Ada tiga golongan yang kamu tidak perlu tanyakan tentang mereka –yakni mereka orang-orang yang akan binasa-: (Pertama) orang yang berlepas diri dari jamaah (kaum muslimin), mendurhakai pemimpin dan meninggal dalam keadaan durhaka; (Kedua) budak wanita atau laki-laki yang lari dari tuannya lalu ia meninggal; dan (Ketiga) seorang istri yang ditinggal pergi suami, padahal sudah diberikan kecukupan ekonomi, lalu ia keluar dari rumahnya bertabarruj, kamu tidak perlu bertanya tentang mereka (HR. Hakim dan Ahmad, sanadnya shahih, Hakim mengatakan, “Sesuai syarat keduanya (Bukhari-Muslim), dan saya tidak mengetahui adanya cacat”, Adz Dzahabiy mengakuinya.)

Imam Adz Dzahabiy berkata dalam kitabnya Al Kabaa’ir, “Di antara perbuatan yang jika dilakukan wanita akan dilaknat adalah menampakkan perhiasan, emas, perak dan mutiara di bawah cadarnya, memakai misk (kesturi), ‘anbar (semacam wewangian) dan parfum lainnya ketika keluar, termasuk pula wanita memakai pakaian yang bercelupkan warna, kain sutra (untuk mempercantik dirinya), pakaian tambahan yang pendek, dengan dipanjangkan kain dan diperlebar lengan baju. Semua itu adalah tabarruj yang dimurkai Allah dan dimurkai pelakunya di dunia dan akhirat. Karena perbuatan yang sering dilakukan wanita inilah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan tentang mereka, “Saya melihat penghuni neraka, ternyata mayoritasnya adalah wanita.”

Termasuk sebagai perhiasan adalah pakaian yang ditenun dengan beberapa warna atau pakaian yang terdapat corak lukisan emas atau perak padanya.

Namun perlu diketahui, maksud hal ini tidaklah berarti wanita tidak boleh memakai pakaian berwarna selain hitam dan putih, karena istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya radhiyallahu ‘anhum pernah memakai pakaian berwarna, di antara mereka ada yang berwarna merah, berwarna kekuning-kuningan dsb. Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari Ibrahim An Nakha’i, ‘Alqamah dan Al Aswad, bahwa mereka pernah menemui istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenakan pakaian berwarna merah. Ia (Ibnu Abi Syaibah) juga meriwayatkan dari Ibnu Abi Mulaikah, bahwa ia melihat Ummu Salamah mengenakan baju kurung dengan tambahan pakaian yang dicelup usfur (tumbuhan yang mengeluarkan warna merah atau kuning). Namun demikian, yang lebih utama berwarna hitam sebagaimana kisah Shafwan yang melihat Aisyah radhiyallahu ‘anha mengenakan pakaian berwarna hitam.

3. Tidak tipis (yakni tebal) dan tidak menampakkan lekuk tubuh,

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

سَيَكُوْنُ فِي آخِرِ أُمَّتِيْ نِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ، عَلَى رُؤُوْسِهِنََّّ كَأَسْنِمَةِ اْلبُخْتِ، اِلْعَنُوْهُنَّ فَإِنَّهُنَّ مَلْعُوْناَتٌ

“Akan ada di akhir umatku kaum wanita yang berpakaian namun telanjang, di atas kepala mereka ada seperti punuk unta, laknatlah mereka, karena mereka wanita yang dilaknat.” (HR. Thabrani dalam Al Mu’jamush Shagiir dengan sanad shahih. Muslim menambahkan, “Mereka tidak masuk surga dan tidak akan mendapatkan wanginya, padahal wanginya dapat dirasakan sejauh jarak sekian dan sekian.”)

Imam Ibnu ‘Abdil Bar berkata, “Maksud Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah wanita-wanita yang memakai pakaian tipis yang mensifati tubuhnya dan tidak menutupi, merekalah yang disebut berpakaian namun sebenarnya telanjang.”

4. Pakaian tersebut harus longgar dan tidak sempit/ketat.

Karena tujuan menutupi aurat adalah untuk menghindarkan fitnah, dan hal itu tidak tercapai kecuali jika pakaian tersebut lebar. Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu berkata:

كَسَانِيْ رَسُوْلُ اللهِ e قُبْطِيَّةً كَثِيْفَةً مِمَّا أَهْداَهَا لَهُ دِحْيَةُ اْلكَلْبِي، فَكَسَوْتُهَا امْرَأَتِيْ، فَقَالَ : مَا لَكَ لَمْ تَلْبَسِ اْلقُبْطِيَّةَ ؟ قُلْتُ : كَسَوْتُهَا امْرَأَتِيْ ، فَقَالَ : مُرْهَا فَلْتَجْعَلْ تَحْتَهَا غِلاَلَةً، فَإِنِّيْ أَخَافُ أَنْ تَصِفَ حَجْمَ عِظَامِهَا

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan kepadaku pakaian Mesir yang tebal hadiah dari Dihyah Al Kalbiy, lalu aku pakaikan untuk istriku, maka Beliau bersabda, “Mengapa kamu tidak memakai baju Mesir?” Aku menjawab, “Aku sudah pakaikan kepada istriku”, Beliau pun bersabda, “Suruhlah istrimu memakai ghilalah (pakaian dalam/tambahan di balik baju agar tidak membentuk tubuh) di baliknya, karena saya khawatir pakaian tersebut membentuk tulangnya (tubuhnya).” (HR. Adh Dhiyaa’ Al Maqdisiy dalam Al Ahaadits Al Mukhtaarah, juga Ahmad dan Baihaqi dengan sanad hasan)

5. Pakaian tersebut tidak boleh diberi wewangian.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa saja wanita yang memakai wewangian, lalu keluar ke suatu kaum agar mereka mencium wanginya, maka dia adalah pezina.” (HR. Nasa’i, Abu Dawud dan Tirmidzi, ia mengatakan, “Hasan shahih”, dan dihasankan isnadnya oleh Syaikh Al AlBani)

6. Tidak menyerupai pakaian kaum lelaki,

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata,

لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ e الرَّجُلَ يَلْبَسُ لِبْسَةَ اْلمَرْأَةِ، وَاْلمَرْأَةُ تَلْبَسُ لِبْسَةَ الرَّجُلِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian lelaki.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan Hakim, ia mengatakan, “Shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim,” dan disepakati oleh Adz Dzahabiy serta Al AlBani)

Termasuk dalam hal ini adalah wanita yang mengenakan celana panjang seperti celana panjang kaum lelaki..

7. Tidak menyerupai pakaian wanita kafir.

Tentang larangan menyerupai kaum kafir banyak sekali dalilnya baik dari Al Qur’an maupun As Sunnah, baik bagi laki-laki maupun wanita.

8. Tidak memakai libas Syuhrah (pakaian ketenaran),

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ لَبِسَ ثَوْبَ شُهْرَةٍ فيِ الدُّنْيَا أَلْبَسَهُ اللهُ ثَوْبَ مَذَلَّةٍ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ، ثُمَّ أَلْهَبَ فِيْهِ ناراً

“Barang siapa memakai pakaian ketenaran di dunia, niscaya Allah akan memakaikan pakaian kerendahan pada hari kiamat, kemudian akan dinyalakan api di dalamnya.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah, isnadnya hasan)

Pakaian ketenaran adalah pakaian yang dimaksudkan untuk membanggakan atau menyombongkan diri di hadapan orang lain, baik menampakkan ketinggian atau sebaliknya menampakkan ketawaadhu’an dan kezuhudan, dan larangan ini berlaku baik bagi laki-laki maupun wanita.

Ibnul Atsir berkata, “Maksudnya adalah pakaian yang mencolok di kalangan manusia karena berbeda dengan yang biasa dipakai mereka, memancing pandangan orang, dan orang yang memakainya merasa bangga diri dan sombong.”

Singkatnya, pakaian tersebut dipakai agar dianggap tenar, baik pakaian yang mahal maupun murah, karena letak haramnya jika adanya isytihar (mencolok) dan yang dijadikan pedoman sebagai libas syuhrah adalah niatnya.

9. Pakaian tersebut tidak transfaran/tembus pandang.

10.Kaki wanita juga harus tertutup dan ujungnya tidak terlalu panjang melebihi sehasta (ukuran sehasta adalah dari ujung jari sampai siku),

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang melabuhkan kainnya (isbal) dengan sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat”, lalu Ummu Salamah berkata, “Bagaimana dengan wanita yang panjang ujung kainnya?”, Beliau menjawab, “Cukup ia melebihkan kainnya sejengkal’, maka Ummu Salamah berkata, “Kalau begitu akan nampak kakinya”, Beliau menjawab, “Kalau begitu sehasta, dan tidak boleh lebih.” (HR. Tirmidzi, ia mengatakan, “Hasan shahih.”)

Faedah:

Termasuk kesalahan dalam berpakaian adalah seorang wanita memakai rok mini yang hanya sampai pertengahan betis, lalu ditambah dengan kaus kaki panjang yang menutupi kedua betisnya yang terbuka.

Oleh ustadz Marwan bin Musa
Artikel: www.yufidia.com

Ahammul maraaji’: Mukhtashar jilbaabil mar’ah al muslimah ta’lif asy Syaikh Al Al Bani (DR. Hisaamuddin ‘Affaanah), Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Al Qurthubiy (dari IslamSpirit.com) dan Shahih Fiqhis Sunah (Abu Malik Kamal b. A).

Flashdisk Video Belajar Iqro Belajar Membaca Al-Quran

KLIK GAMBAR UNTUK MEMBELI FLASHDISK VIDEO BELAJAR IQRO, ATAU HUBUNGI: +62813 26 3333 28