Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:

Berikut ini merupakan pembahasan tentang Qardh dan ‘Ariyyah berdasarkan syariat Islam yang kami tulis agar menjadi pedoman dalam praktek pinjam-meminjam. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamiin.

A. Ta’rif (definisi) Qardh dan Hukumnya

Qardh artinya memberikan harta untuk dimanfaatkan dan akan diganti.

Hukum qardh adalah masyru’ (disyariatkan) sebagaimana ditunjukkan oleh keumuman ayat-ayat Alquran dan hadis-hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menerangkan tentang keutamaan tolong-menolong, memenuhi hajat atau kebutuhan seorang muslim, menghilangkan derita yang menimpanya dan menutupi kefakirannya. Kaum muslimin juga sepakat tentang kebolehannya.

Disebutkan dalam hadis berikut:

عَنْ أَبِي رَافِعٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَسْلَفَ مِنْ رَجُلٍ بَكْرًا فَقَدِمَتْ عَلَيْهِ إِبِلٌ مِنْ إِبِلِ الصَّدَقَةِ فَأَمَرَ أَبَا رَافِعٍ أَنْ يَقْضِيَ الرَّجُلَ بَكْرَهُ فَرَجَعَ إِلَيْهِ أَبُو رَافِعٍ فَقَالَ لَمْ أَجِدْ فِيهَا إِلَّا خِيَارًا رَبَاعِيًا فَقَالَ أَعْطِهِ إِيَّاهُ إِنَّ خِيَارَ النَّاسِ أَحْسَنُهُمْ قَضَاءً

Dari Abu Rafi’, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah meminjam unta muda kepada seorang laki-laki, ketika unta sedekah tiba, maka beliau pun memerintahkan Abu Rafi’ untuk membayar unta muda yang dipinjamnya kepada laki-laki tersebut. Lalu Abu Rafi’ kembali kepada Beliau sambil berkata, “Aku tidak mendapatkan onta muda kecuali onta yang sudah dewasa.” Beliau bersabda, “Berikanlah kepadanya, sebaik-baik manusia adalah yang paling baik dalam membayar hutang.” (HR. Muslim)

عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُقْرِضُ مُسْلِمًا قَرْضًا مَرَّتَيْنِ إِلَّا كَانَ كَصَدَقَتِهَا مَرَّةً قَالَ

Dari Ibnu Mas’ud berkata, “Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah seorang muslim memberi pinjaman kepada orang lain dua kali, kecuali seperti sedekahnya yang pertama.” (Hadis hasan HR. Ibnu Majah, lihat al-Irwaa’ 5/226)

B. Syarat-syarat Qardh dan Sebagian Hukum yang Terkait Dengannya

  1. Seorang muslim tidak boleh memberikan pinjaman kepada saudaranya dengan syarat saudaranya mau memberikan pinjaman kepadanya ketika mengembalikan pinjaman, karena orang yang memberikan pinjaman tersebut sama saja mensyaratkan manfaat, sedangkan setiap pinjaman yang menarik manfaat adalah riba, seperti mensyaratkan boleh menempati rumah kontrakan miliknya secara gratis, atau membayarnya dengan murah, atau boleh meminjamkan kendaraannya atau lainnya. Jamaah dari kalangan sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memfatwakan tidak bolehnya hal itu, dan para fuqaha juga sepakat melarangnya.
  2. Yang memberikan pinjaman harus seorang yang Ja’izut tasharruf, yakni baligh, berakal dan cerdas yang sah jika memberikan sesuatu secara sukarela.
  3. Orang yang memberikan pinjaman tidak boleh mensyaratkan diganti lebih dari harta yang dipinjamkannya, karena hal ini merupakan riba.
  4. Jika orang yang meminjam mengembalikan lebih baik dari yang diberikan oleh pemberi pinjaman atau memberikan tambahan kepada pemberi pinjaman tanpa ada syarat atau niat sebelumnya dari pemberi pinjaman, maka hal itu sah, karena ia merupakan sikap tabarru’ (derma) dari peminjam dan membayar secara baik seperti dalam hadis Abu Rafi’ yang telah disebutkan sebelumnya.
  5. Pemberi pinjaman memiliki barang yang akan dipinjamkan, dan tidak boleh baginya memberikan pinjaman yang bukan miliknya.
  6. Termasuk mu’amalah ribawi adalah yang dilakukan oleh Bank-Bank saat sekarang ini, yaitu melakukan akad pinjaman antara Bank dengan orang-orang yang butuh, lalu Bank memberikan sejumlah uang karena melihat faedah (bunga) yang ditentukan yang diambil oleh Bank melebihi dari pinjaman yang diberikan, atau Bank sepakat dengan peminjam terhadap nilai pinjaman yang diberikan, tetapi Bank memberikan pinjaman yang kurang dari nilai yang telah disepakati dan meminta peminjam mengembalikan secara sempurna. Contoh: Peminjam meminta uang ke Bank 100.000.000,- lalu Bank memberikan 80.000.000,- tetapi Bank mensyaratkan agar mengembalikan 100.000.000,-. Ini juga termasuk riba.

C. Ta’rif ‘Aariyyah dan Hukumnya

‘Aariyyah artinya memberikan pinjaman atau membolehkan untuk memanfaatkan sesuatu dengan tetapnya barang yang dipinjamkan tersebut. Barang yang dipinjamkan untuk dimanfaatkan itu disebut ‘Aariyyah. Contoh: Seorang meminjam motor kepada orang lain untuk pergi ke suatu tempat lalu ia mengembalikannya.

Hukum ‘Aariyyah adalah masyru’ (disyariatkan) dan mustahab (dianjurkan) berdasarkan keumuman firman Allah Ta’ala:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa.” (Al Maa’idah: 2)

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga mencela mereka yang mencegah barang yang berguna ketika orang lain hendak meminjamnya, firman-Nya:

وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ

“Dan enggan (menolong dengan) barang berguna.” (Al Maa’un: 7)

Al Maa’un atau barang yang berguna maksudnya barang yang biasa dipinjam tetangga, seperti bejana, periuk, dsb.

Sedangkan dalam hadis disebutkan, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah meminjam baju besi milik Shafwan bin Umayyah pada perang Hunain (HR. Ahmad, Abu Dawud dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam al-Irwa’ no. 1513).

Anas radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah meminjam kuda milik Abu Thalhah radhiyallahu ‘anhu. (HR. Bukhari dan Muslim).

D. Syarat-syarat ‘Aariyyah

  1. Orang yang memberikan pinjaman dan yang meminjam sebagai Ahlut tabarru’ (orang yang boleh memberikan sesuatu secara sukarela) secara syara’, dan barang yang dipinjamkan adalah milik pemberi pinjaman.
  2. Barang yang dipinjamkan harus yang mubah manfaatnya, sehingga tidak sah meminjamkannya untuk bernyanyi dan sebagainya. Tidak sah meminjam bejana dari emas atau perak untuk dipakai minum. Demikian juga tidak sah meminjam untuk yang haram  lainnya memanfaatkannya secara syara’.
  3. Barang yang dipinjamkan harus tetap setelah dimanfaatkan, jika berupa barang yang akan binasa seperti makanan, maka tidak sah meminjamkannya.

E. Sebagian Hukum yang Terkait dengan ‘Aariyyah

  1. Tidak boleh bagi peminjam memberikan pinjaman kepada orang lain barang yang dipinjamnya karena itu bukan miliknya. Demikian pula tidak boleh menyewakannya (untuk menarik upah) kecuali jika pemiliknya mengizinkannya.
  2. Barang yang dipinjam merupakan amanah yang ada di tangan peminjam sehingga wajib dijaga dan dikembalikan dalam keadaan selamat atau baik sebagaimana ia mengambilnya. Jika ia melampaui batas atau meremehkan, maka ia menanggungnya.
  3. Meminjamkan bukanlah akad yang lazim (mesti berlaku). Oleh karena itu, pemberi pinjaman berhak menarik kembali kapan saja ia mau selama tidak memadharratkan peminjam, jika ternyata malah memadharratkan peminjam, maka ia tidak boleh menariknya.
  4. ‘Ariyah dianggap selesai dan dikembalikan dalam beberapa keadaan berikut:
    1. Pemiliknya meminta barang itu, meskipun tujuan peminjam belum tercapai.
    2. Telah tercapai tujuan peminjam dari meminjam barang tersebut.
    3. Habisnya waktu peminjaman jika ditetapkan waktunya.
    4. Meninggalnya pemberi pinjaman atau peminjam, karena ‘Ariyyah batal dengannya.
  5. Peminjam dalam mengambil manfaat sama seperti musta’jir (orang yang menyewa), ia boleh memanfaatkan sendiri atau orang yang menduduki posisinya. Hal itu, karena ia memiliki hak bertindak padanya dengan izin pemiliknya.

Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalhihi wa shahbihi wa sallam.

Oleh: Marwan bin Musa

Artikel www.Yufidia.com

Maraji’: Al Fiqhul Muyassar, dll.

Flashdisk Video Belajar Iqro Belajar Membaca Al-Quran

KLIK GAMBAR UNTUK MEMBELI FLASHDISK VIDEO BELAJAR IQRO, ATAU HUBUNGI: +62813 26 3333 28