Iman
Pengertian iman
“Iman”, secara bahasa, artinya ‘membenarkan’. (Al-Mu’jam Al-Wasith, kata: iman). Sedangkan pengertian “iman” secara syariat adalah ‘sikap membenarkan dengan hati, mengikrarkan dengan lisan, dan mengamalkan konsekuensinya dengan perbuatan’.[1] (Ushul Iman fi Dhau Al-Kitab wa As-Sunnah, 340)
Berdasarkan keterangan di atas maka iman tidak hanya di hati, namun juga mencakup ucapan lisan dan perbuatan.
Cabang iman
Iman memiliki banyak cabang. Disebutkan dalam hadis riwayat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Iman itu memiliki tujuh puluh sekian cabang, yang paling tinggi adalah ‘la ilaha illallah‘ dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Rasa malu termasuk cabang iman.” (HR. Muslim, no. 57; An-Nasa’i, no. 5005; Abu Daud, no. 4678; dinilai sahih oleh Al-Albani)
Iman bisa bertambah dan berkurang
Semua dalil Alquran dan Sunah menunjukkan bahwa iman bisa bertambah dan berkurang. Bertambah dengan melakukan ketaatan dan berkurang dengan perbuatan maksiat.
Berikut ini adalah beberapa dalil yang menunjukkan bahwa iman bertambah dan berkurang:
Allah berfirman,
وَالَّذِينَ اهْتَدَوْا زَادَهُمْ هُدًى وَآتَاهُمْ تَقْوَاهُمْ
“Dan orang-orang yang mau menerima petunjuk, Allah menambahkan petunjuk untuk mereka ….” (QS. Muhammad:17)
Allah juga berfirman,
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ
زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
“Sesungguhnya, orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah maka gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya maka bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakal.” (QS. Al-Anfal:2)
Allah juga berfirman,
هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَعَ إِيمَانِهِمْ
“Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada).” (QS. Al-Fath:4)
Semua dalil di atas menunjukkan bahwa iman seseorang bisa bertambah dan berkurang. Semakin banyak ketaatan yang dilakukan seseorang maka imannya akan semakin kuat, dan sebaliknya.
Rukun iman
Rukun iman ada enam, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah,
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ
مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu sebagai inti kebajikan, tetapi sesungguhnya inti kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari akhir, para malaikat, kitab-kitab, dan para nabi ….” (QS. Al-Baqarah:177)
Sedangkan tentang iman kepada takdir, Allah berfirman,
إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ
“Sesungguhnya, Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran tertentu.” (QS. Al-Qamar:49)
Dalil lain yang menunjukkan rukun iman yang enam adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah hadis yang dikenal dengan “hadis Jibril”. Dalam hadis ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya oleh Jibril tentang makna iman. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Iman adalah beriman kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, dan hari akhir, serta beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk.” Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahihnya.
Tingkatan iman manusia
Derajat iman manusia bertingkat-tingkat. Iman para malaikat tentu berbeda dengan iman manusia. Iman para nabi jelas berbeda dengan iman manusia yang bukan nabi. Demikian pula, iman orang saleh berbeda dengan iman orang fasik, dan seterusnya.
Secara umum, manusia yang beriman memiliki dua tingkatan: manusia yang memiliki “iman mutlak” dan manusia yang memiliki “mutlak iman”.
1. Mukmin dengan iman mutlak
Orang beriman dengan iman yang mutlak adalah orang yang betul-betul beriman kepada Allah dengan sempurna, melaksanakan segala bentuk kewajiban dan berusaha mengamalkan amalan sunah, meninggalkan segala bentuk maksiat dan berusaha meninggalkan segala perbuatan yang dimakruhkan, semaksimal kemampuannya. Inilah imannya makhluk-makhluk pilihan, makhluk Allah yang maksum seperti para malaikat dan para rasul.
2. Mukmin dengan mutlak iman
Tingkatan berikutnya adalah orang beriman dengan mutlak iman. Artinya, dia memiliki iman namun tidak sempurna. Kesehariannya masih bercampur antara ketaatan dan kemaksiatan. Mereka akan tetap mendapatkan predikat “iman” selama mereka tidak melakukan perbuatan yang menyebabkan kekafiran. Inilah iman manusia pada umumnya, karena tidak ada satu pun manusia biasa di alam ini yang maksum dari perbuatan dosa dan maksiat. Mereka berhak mendapatkan surga, sesuai dengan apa yang Allah kehendaki.
Allah berfirman, yang artinya, “Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah; diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (QS. Al-Hadid:21)
Allah menyelamatkan penghuni neraka yang memiliki iman seberat dzarrah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan keluar dari neraka, orang yang masih memiliki iman seberat dzarrah (telur semut).” (HR. Al-Bukhari, no. 7510 dan Muslim, no. 193)
Dalam riwayat lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda menceritakan peristiwa yang terjadi di hari kiamat, bahwa setelah Allah mengeluarkan setiap orang yang memiliki iman seberat dzarrah, selanjutnya para nabi, para malaikat, dan orang-orang yang beriman memberikan syafaat. Kemudian Allah, Al-Jabbar, berfirman, “Syafaat-Ku masih tersisa.” Allah mengambil sekelompok penduduk neraka, Dia mengeluarkan sekelompok manusia dari neraka setelah badan mereka gosong. Kemudian, mereka dicelupkan ke dalam sungai di depan pintu surga, yang bernama “maa` al-hayah” (air kehidupan). Lalu tumbuhlah tubuh mereka, sebagaimana biji tumbuh di tanah yang subur ….” (HR. Al-Bukhari, no. 7001)
*****
[1] Berdasarkan pembagian anggota badan dalam beramal, amal manusia itu bisa dibagi menjadi lima bagian:
- Ucapan hati, misalnya: membenarkan, meyakini.
- Amal hati, contohnya: cinta, benci, berharap, niat, sedih, dst.
- Ucapan lisan, misalnya: mengucapkan dua kalimat syahadat.
- Amal lisan, segala sesuatu yang hanya bisa dilakukan dengan lisan, seperti: membaca Alquran, membaca zikir.
- Amal anggota badan, contohnya: berdiri, rukuk, sujud, dst. (Ma’arijul Qabul, 2:17–20, dikutip dari catatan kaki Syarh Aqidah Wasithiyah karya Khalil Haras, hlm. 231)
Artikel www.Yufidia.com