Pertama, rumah milik raja. Di dalamnya terdapat harta benda, perbendaharaan, dan perhiasan.

Kedua, rumah milik hamba. Di dalamnya terdapat harta benda, perbendaharaan, dan perhiasan milik si hamba, yang tentunya tidak sama dengan milik raja.

Ketiga, rumah kosong melompong yang tak ada isinya.

Lalu, datanglah pencuri yang ingin mencuri di salah satu rumah.
Kira-kira, rumah manakah yang akan dimasukinya?

Jika engkau katakan rumah kosong, maka mustahil, karena rumah kosong tidak berisi harta benda apa pun untuk dicuri. Oleh karena itu, pernah dikatakan kepada Ibnu Abbas, tentang orang-orang Yahudi yang mengklaim bahwa mereka tidak diusik perasaan was-was dalam ibadah mereka. Maka, Ibnu Abbas mengatakan, “Apa yang bisa diperbuat oleh setan terhadap rumah yang rusak?”

Jika engkau katakan rumah milik raja, maka hal itu sepertinya mustahil dan tak mungkin, karena rumah raja dijaga oleh para penjaga dan serdadu, sehingga pencuri tidak bisa mendekatinya. Bagaimana tidak, penjaganya adalah raja itu sendiri!

Bagaimana mungkin si pencuri bisa mendekatinya, sementara di sekelilingnya bertebaran para penjaga dan serdadu.

Tidak tersisa, kecuali rumah milik hamba. Itulah rumah yang paling rentan didatangi oleh pencuri.

Orang bijak tentu dapat melihat permisalan ini dengan cermat. Mengibaratkannya dengan hati manusia, karena keadaan hati mirip dengan kondisi ketiga rumah tersebut.

Hati yang kosong dari seluruh kebaikan, itulah hati orang kafir dan munafik, dan itulah rumah setan. Setan telah menjaganya untuk dirinya dan ia menempatinya. Setan menjadikannya sebagai tempat tinggal dan tempat menetap. Lantas, apa yang harus ia curi darinya? Di dalamnya tersimpan harta benda, perbendaharaan, dan was-was setan.

Adapun hati yang dipenuhi dengan penghormatan terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala, pengagungan, cinta, muraqabah (pendekatan diri pada Allah -ed), dan perasaan malu terhadap-Nya. Setan manakah yang berani mendekati hati seperti ini? Jika ia ingin mencuri sesuatu darinya, apa yang harus ia curi?

Hati yang berisi tauhid kepada Allah, ma’rifah, mahabbah, iman, serta pembenaran terhadap janji-Nya. Selain itu, juga berisi seruan hawa nafsu, akhlak tercela, serta dorongan kepada syahwat dan tabiat buruk.

Hati yang berisi dua perkara ini, kadangkala condong kepada seruan iman, ma’rifah, mahabbah kepada Allah, dan kehendak Allah semata. Namun, kadang kala hati jenis ini condong kepada ajakan setan, hawa nafsu, dan tabiat buruk.

Hati inilah yang diminati oleh setan. Setan berusaha untuk menempati dan menguasainya, dan Allah memberikan pertolongan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya.

وَمَا النَّصْرُ إِلاَّ مِنْ عِنْدِ اللهِ الْعَزِيْزِ الْحَكِيْمِ

“Dan kemenangan itu hanyalah dari Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (Qs. Ali Imran: 126)

Setan tidak akan bisa menguasainya, kecuali dengan senjata yang dimilikinya. Setan berusaha masuk ke dalamnya dan ia mendapati bahwa senjatanya berada di dalamnya. Lalu, ia mengambil senjata itu dan memberikan perlawanan. Sesungguhnya, senjata-senjata setan itu adalah syahwat, syubhat, khayalan, dan angan-angan kosong.

Semua itu ada dalam hati. Setan masuk ke dalamnya dan menemukan senjata itu di dalamnya. Maka, setan pun merampas senjata tersebut dan memberikan penyerangan terhadap hati. Apabila hamba yang memiliki hati tersebut punya persiapan yang matang, berupa iman untuk menghadapi serangan setan, bahkan persiapan yang lebih, maka ia dapat mengatasi setan tersebut.

Wa la haula wa la quwwata illa billah (tiada daya dan upaya melainkan dengan pertolongan Allah).

Pesan-Pesan Pemikat Cinta, Menata Hati Menyemai Cinta Bersama Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah, Manshur bin Abdul Aziz al-Ujayyan, Daar An-Naba`, Maret 2009.
(Dengan beberapa pengubahan tata bahasa dan aksara oleh redaksi)

***

Artikel yufidia.com

Flashdisk Video Belajar Iqro Belajar Membaca Al-Quran

KLIK GAMBAR UNTUK MEMBELI FLASHDISK VIDEO BELAJAR IQRO, ATAU HUBUNGI: +62813 26 3333 28