Tafsir surat Al Ikhlas
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ {1} اللَّهُ الصَّمَدُ {2} لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ {3} وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ{4}
Katakanlah, “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. (1) Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. (2) Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, (3) Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia”. (4) (Al Ikhlas: 1-4)
Disebutkan dalam riwayat Ahmad dan Tirmidzi bahwa orang-orang musyrik berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Beritahukanlah kepada kami sifat Tuhanmu!”, maka turunlah ayat ini.
Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa.
Ayat ini perintah kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ummatnya untuk menjawab orang yang bertanya tentang sifat Allah, yaitu bahwa Allah Maha Esa (Tunggal) tidak ada sekutu dan tandingan bagi-Nya. Dia sendirian dengan keagungan dan kebesaran-Nya.
Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
Yakni Dia Maha Sempurna sifatnya yang segala sesuatu bergantung dan butuh kepada-Nya, karena hanya Dia-lah yang mampu memenuhi permintaan mereka.
Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan,
Dalam ayat lain Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dia Pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai istri.” (Al An’aam: 101)
Ayat ini adalah bantahan terhadap 3 kelompok yang menyimpang; orang-orang musyrik, Yahudi dan orang-orang Nasrani.
orang-orang musyrik mengatakan bahwa malaikat adalah puteri Allah, orang-orang Yahudi mengatakan bahwa ‘Uzair putera Allah sedangkan orang-orang Nasrani mengatakan bahwa Isa putera Allah, maka Allah dustakan mereka semua dengan firman-Nya ini “Dia tidak beranak”.
“dan tidak pula diperanakkan.” Karena Allah adalah Al Awwal yang tidak ada sesuatupun sebelum-Nya.
“Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”.
Yakni tidak ada seorangpun yang sama dengan Allah dalam semua sifat-Nya.
Di dalam hadits Qudsiy Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
كَذَّبَنِي ابْنُ آدَمَ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ ذَلِكَ وَشَتَمَنِي وَلَمْ يَكُنْ لَهُ ذَلِكَ فَأَمَّا تَكْذِيبُهُ إِيَّايَ فَقَوْلُهُ لَنْ يُعِيدَنِي كَمَا بَدَأَنِي وَلَيْسَ أَوَّلُ الْخَلْقِ بِأَهْوَنَ عَلَيَّ مِنْ إِعَادَتِهِ وَأَمَّا شَتْمُهُ إِيَّايَ فَقَوْلُهُ اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَدًا وَأَنَا الْأَحَدُ الصَّمَدُ لَمْ أَلِدْ وَلَمْ أُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لِي كُفْئًا أَحَدٌ
“Anak Adam telah menganggap Aku berdusta, padahal itu tidak benar, ia juga telah memaki Aku, padahal itu tidak layak. Adapun menganggapKu berdusta adalah ucapannya bahwa Aku tidak dapat menghidupkan kembali seperti semula, padahal mencipta tidaklah lebih ringan daripada menghidupkan kembali. Adapun caci-makinya adalah ucapannya bahwa Allah punya anak, padahal Aku Maha Esa, bergantung segalanya kepada-Ku, Aku tidak beranak dan tidak pula diperanakkan serta tidak ada seorang pun yang setara denganKu. (HR. Bukhari).
Wallahu a’lam, wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa man waalaah.
Oleh: Marwan bin Musa
Artikel www.Yufidia.com