Tauhid dalam penghambaan dan tujuan (Tauhid Uluhiyyah)

27-     الله تعالى واحد أحد, لا شريك له في ربوبيته, وألوهيته, وأسمائه وصفاته, وهو رب العالمين المستحق وحده لجميع أنواع العبادة

28- صرف شيئ من أنواع العبادة كالدعاء والإستغاثة, والإستعانة, والنذر والذبح والتوكل والخوف والرجاء والحب ونحوها لغير الله تعالى شرك أيا كان المقصود بذلك ملكا مقربا أو نبيا مرسلا أو عبدا صالحا أو غيرهم.

29- من أصول العبادة أن الله تعالى يعبد بالحب والخوف والرجاء جميعا, وعبادته ببعضها دون بعض ضلال. قال بعض العلماء: من عبد الله بالحب وحده فهو زنديق, ومن عبده بالخوف وحده فهو حروري, ومن عبده بالرجاء وحده فهو مرجئ.

27. Allah Ta’ala Maha Esa. Tidak ada sekutu bagi-Nya, baik dalam rububiyyah, dalam uluhiyyah, asma dan sifat-Nya. Dia-lah Rabb alam semesta. Hanya Dia sendiri yang berhak ditujukan segala macam ibadah.

28. Mempersembahkan ibadah, seperti doa, istighatsah (meminta bantuan), isti’anah (memohon pertolongan), nazar, menyembelih, tawakal, khauf (takut), raja’ (berharap), mencintai dsb. kepada selain Allah Ta’ala adalah perbuatan syirk, meskipun perbuatan itu ditujukan kepada malaikat yang dekat dengan Allah, seorang nabi utusan, kepada hamba yang saleh atau lainnya.

29. Termasuk sendi utama ibadah ialah beribadah kepada Allah Ta’ala dengan penuh rasa cinta, rasa takut dan penuh harap secara bersamaan. Beribadah kepada Allah dengan sebagian daripadanya tanpa yang lain adalah kesesatan. Sebagian ulama berkata, “Barang siapa yang beribadah kepada Allah hanya dengan rasa cinta maka dia seorang zindiq (orang yang sesat dalam agama dan menyimpang dari jalan kebenaran). Barang siapa yang beribadah kepada Allah hanya dengan rasa takut maka dia adalah seorang haruri[1], dan barang siapa yang beribadah kepada-Nya hanya dengan penuh harap maka dia adalah seorang murji’[2].” (Mujmal Ushul Ahlissunah karya Dr. Nashir Al ‘Aql).

Penjelasan:

No. 27: Allah Ta’ala Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam Rububiyyah, yakni hanya Dia yang mencipta, memberi rezeki, menghidupkan dan mematikan, serta yang mengatur alam semesta. Tidak ada Rabb selain Dia, Dia-lah Rabbul ‘alamin (Tuhan semesta alam).

Demikian pula tidak ada sekutu bagi-Nya dalam Uluhiyyah, yakni hanya Dia yang berhak disembah dan ditujukan berbagai macam ibadah. Oleh karena itu, jika kita berdoa, maka kita hanya berdoa kepada-Nya, jika kita meminta, maka kita hanya meminta kepada-Nya, jika kita bertawakkal, maka kita hanya bertawakkal kepada-Nya dsb.

Di samping mengesakan Allah dalam Rububiyyah dan Uluhiyyah, kita juga wajib mengesakan Allah dalam Asmaa’ wa Shifat, yakni menetapkan nama dan sifat bagi Allah menurut yang Allah tetapkan untuk diri-Nya atau yang Rasul-Nya tetapkan untuk-Nya. Serta menyucikan-Nya dari segala aib dan kekurangan sebagaimana Allah dan rasul-Nya menyucikan-Nya.

Ketiga macam tauhid ini (tauhid rububiyyah, uluhiyyah dan asmaa’ wa shifat) harus diakui dan diyakini setiap orang. Tidak cukup hanya beriman kepada tauhid rububiyyah, lalu ia mengingkari tauhid uluhiyyah, bahkan yang demikian belum menjadikannya muslim. Hal itu, karena kaum musyrik di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengakui bahwa Allah Pencipta dan Pemberi rezeki mereka, namun yang demikian belum menjadikan mereka muslim, sampai mereka mau mengakui bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah dan ditujukan berbagai macam ibadah selain Allah (mengakui tauhid uluhiyyah atau Laa ilaaha illallah). Mereka juga dikatakan “musyrik” karena mereka beribadah kepada selain Allah, meskipun mereka mengakui bahwa Allah Pencipta, Penguasa dan Pemberi rezeki mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka, “Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: “Allah”, Maka Bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah )?” (QS. Az Zukhruf: 87)

Para rasul diutus untuk mengajak manusia mengesakan Allah dalam uluhiyyah/ibadah dan menjauhi syirk. Allah Ta’ala berfirman:

Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada setiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut (sesembahan selain Allah) itu.” (QS. An Nahl: 36)

No. 28: Mengarahkan suatu macam ibadah kepada selain Allah adalah syirk dan sebagai dosa yang paling besar. Contohnya berdoa kepada selain Allah, meminta pertolongan kepada selain Allah, bertawakkal kepada selain Allah, berkurban untuk selain Allah dsb. baik kepada malaikat, nabi, wali maupun lainnya.

Perincian macam-macam ibadah

Meminta bantuan ada beberapa macam:

Pertama, meminta bantuan yang ditujukan kepada Allah ‘Azza wa Jalla, hal ini adalah amal saleh yang paling utama, inilah kebiasaan para rasul dan para pengikutnya.

Kedua, meminta bantuan kepada orang yang mati atau orang yang hidup namun tidak hadir di hadapan dan tidak mampu membantu, hal ini adalah syirk. Karena biasanya pelakunya menganggap bahwa orang-orang yang diminta tadi memiliki kekuasaan secara tersembunyi di alam semesta ini..

Ketiga,  meminta bantuan kepada orang-orang yang hidup, mengetahui dan mampu membantu. Hal ini hukumnya boleh.

Keempat, meminta bantuan kepada orang yang hidup namun tidak sanggup membantu tanpa ada keyakinan bahwa orang (yang diminta itu) memiliki kekuatan tersembunyi. Misalnya orang yang hendak tenggelam meminta bantuan kepada seeorang yang lumpuh, hal ini adalah sia-sia dan mempermainkan orang yang diminta bantuan.

Meminta pertolongan ada beberapa macam:

Pertama, meminta pertolongan kepada Allah, dengan sikap menghinakan diri secara sempurna dari seorang hamba kepada Tuhannya dan menyerahkan urusan kepada-Nya, disertai keyakinan hanya Dia saja yang dapat mencukupinya. Hal ini tidak boleh ditujukan kepada selain Allah, mengarahkannya kepada selain-Nya adalah syirk akbar.

Kedua, meminta pertolongan kepada makhluk dalam hal yang disanggupi mereka. Jika di atas kebaikan, maka hukumnya boleh bagi orang yang meminta pertolongan dan disyari’atkan bagi orang lain membantunya. Jika di atas dosa, maka hukumnya haram bagi yang memberikan pertolongan maupun yang meminta pertolongan.

Ketiga, meminta pertolongan kepada orang yang hidup dan hadir di hadapan kita namun tidak sanggup menolong, maka hal ini sia-sia dan tidak ada faedahnya.

Keempat, meminta pertolongan kepada orang mati secara mutlak atau kepada orang hidup dalam hal ghaib yang mereka tidak sanggup melakukannya, hal ini juga syirk.

Kelima, meminta pertolongan dengan amal dan keadaan yang dicintai Allah, maka hal ini disyariatkan, berdasarkan firman Allah Ta’ala: “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu…(QS. Al Baqarah: 45, 153).

Menyembelih ada beberapa macam:

Pertama, tujuannya untuk mengagungkan yang karenanya dilakukan penyembelihan, juga sebagai rasa tunduk dan untuk mendekatkan diri kepadanya. Hal ini hanya boleh kepada Allah Ta’ala saja, mengarahkannya kepada selain Allah adalah syirk akbar.

Kedua, dilakukan untuk memuliakan tamu atau untuk acara walimah pernikahan atau lainnya, hal ini diperintahkan, hukumnya bisa wajib atau sunat.

Ketiga, dilakukan untuk bersenang-senang dengan dimakan atau untuk dijual-belikan, maka hukumnya mubah.

Tawakkal terbagi menjadi beberapa macam:

Pertama, tawakkal kepada Allah Ta’ala, ini adalah hal yang wajib, di mana iman tidak akan sempurna tanpanya.

Kedua, tawakkulu as-sir, yaitu seorang bersandar kepada orang yang sudah mati untuk menarik manfaat dan menolak bahaya, ini adalah syirk akbar.

Ketiga, tawakkal kepada orang lain dalam hal yang bisa dilakukan oleh orang lain itu, jika dengan ketergantungan hati dan rasa bersandar yang kuat, hal ini salah satu syirk kecil. Namun jika menganggapnya sebagai sebab saja, ia pun tetap bergantung kepada Allah, maka hukumnya boleh, jika sebab itu memang memiliki pengaruh dalam hal tercapai atau tidaknya.

Keempat, tawakkal kepada orang lain dalam hal yang bisa dilakukan oleh orang lain, yakni sifatnya mewakilkan, sebagaimana Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wa sallam mewakilkan para amilin dan penjaga zakat untuk menjaga zakat. Hal ini hukumnya boleh secara garis besar (yakni pada dasarnya boleh), berdasarkan Alquran, sunah, dan ijma’.

– Raja’ (berharap). Raja’ yang mengandung rasa merendahkan diri dan tunduk tidak boleh ditujukan kepada selain Allah ‘Azza wa Jalla. Mengarahkannya kepada selain Allah adalah syirk, bisa sebagai syirk asgar (kecil) dan bisa syirk akbar tergantung hati orang yang berharap.

Khauf (takut) ada tiga macam:

Pertama, khauf thabi’i (yang wajar), misalnya seseorang takut kepada binatang buas, takut kepada api dan takut tenggelam. Rasa takut ini, orangnya tidak dicela. (lihat Al Qashash: 18), akan tetapi jika sampai menjadi sebab meninggalkan kewajiban atau mengerjakan perbuatan haram, maka takut seperti ini haram.

Kedua, khauf ibadah, yaitu seorang takut kepada sesuatu, di mana ia beribadah dengan rasa takut itu. Takut ini tidak boleh kepada selain Allah, mengarahkanya kepada selain Allah adalah syirk akbar.

Ketiga, khauf sirr, misalnya seorang takut kepada penghuni kubur, ini juga termasuk syirk.

(Perincian di atas banyak merujuk Syarah Tsalatsatil Ushul karya Syaikh Ibnu ‘Utsaimin).

– Mahabbah (cinta) ada beberapa macam:

Pertama, cinta karena Allah. Hal ini menyempurnakan tauhid.

Kedua, cinta thabi’i (wajar), yaitu cinta yang tidak mendahului kecintaan kepada Allah. Hal ini tidaklah menafikan kecintaan kepada Allah, seperti cinta kepada istri, anak, dan harta.

Ketiga, cinta yang menafikan kecintaan kepada Allah, seperti mencintai selain Allah sama seperti mencintai Allah bahkan lebih, yakni ketika dihadapkan dua kecintaan antara kecintaan kepada Allah dan kecintaan kepada selain-Nya, maka dia mengedepankan kecintaan kepada selain Allah.

Contohnya adalah mencintai seorang wali melebihi cintanya kepada Allah, misalnya ketika ia diminta untuk bersumpah dengan nama Allah, maka ia bersumpah dengan nama-Nya dan berani berdusta, tetapi ketika disebut nama seorang wali, maka ia tidak berdusta. Inilah kecintaan yang syirk, ditambah dengan ia bersumpah menggunakan nama selain Allah.

No. 29: Ibadah membutuhkan tiga pilar; cinta, berharap dan takut. Oleh karena itu, kecintaan saja yang tidak disertai dengan rasa takut dan kepatuhan, seperti cinta terhadap makanan dan harta, tidaklah termasuk ibadah. Demikian pula rasa takut saja tanpa disertai dengan cinta, seperti takut kepada binatang buas, maka itu tidak termasuk ibadah. Tetapi jika suatu perbuatan di dalamnya menyatu rasa takut dan cinta maka itulah ibadah. Dan ibadah tidak ditujukan kecuali kepada Allah Ta’ala semata.

Oleh: Marwan bin Musa

Artikel www.Yufidia.com

Maraji’: Mujmal Ushul Ahlissunnah wal Jama’ah fil ‘Aqidah (Dr. Nashir Al ‘Aql), Syarah Ath Thahaawiyyah (Syaikh Shalih Al Fauzan), Syarh Tsalaatsatil Ushul (M. Bin Shalih Al ‘Utsaimin), Al Qaulul Mufiid (Syaikh Ibnu ‘Utsaimin) dll.

 


[1] Haruri adalah salah satu aliran Khawarij yang menyatakan bahwa pelaku dosa besar adalah kafir dan kekal di neraka.

[2] Murji’ah adalah kelompok yang berpendapat bahwa amal tidak termasuk iman, iman tidak naik dan turun, serta menganggap bahwa dosa tidak berbahaya bagi iman.

Flashdisk Video Belajar Iqro Belajar Membaca Al-Quran

KLIK GAMBAR UNTUK MEMBELI FLASHDISK VIDEO BELAJAR IQRO, ATAU HUBUNGI: +62813 26 3333 28