Waktu Zakat
Sebagaimana telah disebutkan dalam pengertian zakat fitri (zakat fitrah), bahwasanya zakat ini disebut “zakat fitri” karena hubungan sebab-akibat. Artinya, zakat fitri ini disyariatkan dengan sebab adanya “fitri”, yaitu waktu selesainya berpuasa (masuk hari raya). Rangkaian dua kata ini (zakat fitri) mengandung makna pengkhususan. Artinya, zakat ini khusus diwajibkan ketika ada waktu fitri. Siapa saja yang menjumpai waktu fitri ini maka orang tersebut wajib ditunaikan zakat fitrinya. Sebaliknya, siapa saja yang tidak menjumpai waktu fitri maka tidak wajib baginya ditunaikan zakat fitri.
Kemudian, ulama berselisih pendapat tentang waktu wajib menunaikan fitri. Dalam hal ini, ada tiga pendapat:
- Waktu wajib adalah ketika terbitnya fajar tanggal 1 Syawal. Ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah dan salah satu pendapat Imam Malik.
- Waktu fitri dimulai sejak tenggelamnya matahari di hari puasa yang terakhir. Ini adalah pendapat Imam Syafi’i, menurut riwayat yang sahih dari beliau.
- Waktu fitri adalah waktu sejak terbenamnya matahari di hari puasa terakhir sampai terbitnya fajar di tanggal 1 Syawal. Pendapat ketiga ini adalah pendapat mayoritas Syafi’iyah.
Ringkasnya, pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini adalah pendapat Imam Syafi’i yang menyatakan bahwa waktu wajibnya zakat fitri adalah waktu ketika matahari terbenam di hari puasa terakhir karena makna istilah “fitri” (berbuka) yang berlaku untuk setiap bulan adalah waktu ketika matahari telah terbenam. Dengan demikian, siapa saja yang menjumpai waktu ketika matahari terbenam di hari terakhir bulan Ramadan maka zakatnya wajib ditunaikan. Sebagai contoh:
- Bayi yang dilahirkan beberapa saat sebelum matahari terbenam di hari terakhir bulan Ramadan itu wajib dizakati, karena bayi ini menjumpai waktu fitri. Sebaliknya, jika lahirnya beberapa saat setelah terbenamnya matahari di hari tersebut maka dia tidak wajib dizakati, karena bayi ini lahir dalam keadaan tidak menjumpai waktu fitri.
- Orang yang meninggal beberapa saat setelah terbenamnya matahari di hari terakhir bulan Ramadan, wajib ditunaikan zakatnya karena orang ini menjumpai waktu fitri. Sebaliknya, jika meninggalnya beberapa saat sebelum matahari terbenam maka tidak wajib dizakati karena dia tidak berjumpa dengan waktu fitri. (lihat Syarh Shahih Muslim li An-Nawawi, 3:417)
Batas terakhir zakat fitri
Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma; beliau mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitri …. Barang siapa yang menunaikannya sebelum shalat maka zakatnya diterima dan barang siapa yang menunaikannya setelah shalat maka statusnya hanya sedekah biasa.” (Hr. Abu Daud; dinilai hasan oleh Syekh Al-Albani)
Dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma; beliau mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami agar menunaikan zakat fitri sebelum berangkatnya kaum muslimin menuju lapangan untuk shalat hari raya.” (Hr. Al-Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menunjukkan bahwa zakat fitri wajib ditunaikan sebelum shalat hari raya. Bagaimana dengan orang yang telat membayar zakat sampai shalat hari raya dilaksanakan? Ada dua pendapat ulama tentangnya.
Pertama, kewajiban zakat fitrinya gugur. Pendapat ini yang dipilih oleh Daud Azh-Zhahiri dan Al-Hasan bin Ziyad. Di antara ulama yang berpendapat demikian adalah Ibnul Qayyim. Dalam kitab Zadul Ma’ad, beliau mengatakan, “Dua hadis ini (hadis Ibnu Abbas dan Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma di atas) menunjukkan tidak bolehnya menunda pembayaran zakat fitri sampai shalat hari raya. Kesempatan zakat fitri ini telah tiada dengan selesainya shalat hari raya. Inilah pendapat yang benar, karena tidak ada dalil yang berlawanan dengan dua hadis ini, tidak ada yang menghapusnya, dan tidak ada ijma’ ulama yang menolak maknanya. Guru kami (Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah) berpendapat demikian dan menguatkan pendapat ini.” (Zadul Ma’ad, 2:20)
Kedua, kewajiban zakatnya tidak gugur sampai dibayarkan, karena dalam zakat fitri ada hak untuk manusia (fakir miskin) dan ada hak untuk Allah. Hak untuk manusia (fakir miskin) tidak bisa gugur sampai zakat ini diberikan kepada mereka. Adapun kewajiban orang yang menunda pembayaran zakat fitri kepada Allah adalah bertobat dan menyesali berbuatannya. Dengan melakukan dua hal ini (membayar zakat dan bertobat) berarti dia telah memenuhi hak Allah dan hak manusia. Pendapat kedua inilah yang lebih tepat. Pendapat ini yang dipilih oleh mayoritas ulama, di antaranya: Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Al-Laits, dan Imam Ahmad.
Apakah statusnya masih “zakat fitri”?
Dalam hadis di atas, Ibnu Abbas mengatakan, “Barang siapa yang menunaikannya setelah shalat maka statusnya hanya sedekah biasa.”
Hadis ini menunjukkan bahwa status bahan makanan yang dibayarkan setelah shalat tidak lagi disebut zakat fitri, namun hanya sedekah biasa yang wajib ditunaikan.
Kapankah waktu yang paling utama?
Allah berfirman,
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى (14) وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى(15)
“Sungguh beruntung orang yang membersihkan diri. Kemudian mengingat nama Rabb-nya, kemudian mengerjakan shalat.” (Qs. Al-A’la:14–15)
Menurut tafsir Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu, yang dimaksud “orang yang membersihkan diri” adalah ‘orang yang menunaikan zakat fitri’, dan yang dimaksud “shalat” adalah ‘shalat hari raya’. Kemudian, dalam tafsir lain, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “mengingat nama Rabb-nya” adalah ‘mengeraskan takbir hari raya ketika menuju lapangan’. (lihat Zadul Masir)
Tafsir di atas menunjukkan bahwa tiga amal tersebut disyariatkan untuk dikerjakan secara bersambung: membayar zakat fitri, bertakbir menuju lapangan, kemudian shalat hari raya.
Berdasarkan tafsir di atas, sebagian ulama mengatakan bahwa waktu yang paling utama untuk menunaikan zakat fitri adalah setelah subuh tanggal 1 Syawal, sebelum berangkat menuju lapangan untuk shalat Idul Fitri. Selain menyebutkan dalil ayat di atas, ulama yang berpendapat demikian juga menyebutkan beberapa dalil lainnya dari hadis maupun perkataan ulama, yaitu:
- Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk menunaikan zakat fitri sebelum shalat hari raya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki kebiasaan membagikan zakat fitri sebelum masyarakat berangkat ke lapangan, sambil mengatakan, ‘Penuhi kebutuhan mereka sehingga tidak meminta-minta pada hari ini.’” (Hr. Al-Hakim, dalam Ma’rifah Ulumul Hadits, 1:314)
- Abu Sa’id Al-Khudri mengatakan, “Puasa Ramadan diwajibkan setelah arah kiblat diubah menuju Ka’bah, di bulan Sya’ban, 18 bulan setelah hijrahnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pada tahun tersebut, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan zakat fitri … agar ditunaikan sebelum berangkat menuju lapangan. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Cukupi kebutuhan mereka (yakni orang miskin) sehingga tidak meminta-minta di hari ini.’” (Hr. Ibnu Sa’d dalam Ath-Thabaqat)
- Ibnu Abbas mengatakan, “Termasuk sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah menunaikan zakat fitri sebelum melaksanakan shalat.” (Hr. Ibnu Abi Syaibah dan Ad-Daruquthni)
- Dalam Umdatul Qari Syarh Shahih Al-Bukhari disebutkan bahwa ulama empat mazhab sepakat tentang dianjurkannya menunaikan zakat fitri sebelum keluarnya masyarakat menuju lapangan untuk shalat. (Umdatul Qari)
Oleh karena itu, ketika Idul Fitri, para ulama menganjurkan agar pelaksanaan shalat id lebih diakhirkan, dalam rangka memberi kesempatan masyarakat untuk menunaikan zakat fitri.
Bolehkah mendahulukan pembayaran zakat fitri sebelum waktu fitri?
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa zakat fitri terkait dengan adanya waktu fitri. Kedatangan waktu fitri ini menjadi penyebab disyariatkannya zakat fitri. Ibadah yang dikaitkan dengan sebab tertentu, tidak boleh dilaksanakan sampai sebab itu telah muncul. Oleh sebab itu, pada asalnya, tidak boleh menunaikan zakat fitri sebelum datangnya waktu fitri, kecuali jika ada dalilnya. Hal ini sebagaimana tidak bolehnya melaksanakan shalat sebelum datang waktunya. Barang siapa yang melaksanakan shalat sebelum datang waktunya maka shalatnya batal dan harus diulangi.
Adakah dalil yang membolehkan mendahulukan pembayaran zakat fitri?
1. Dari Nafi’ rahimahullah, “Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma memberikan zakat fitri kepada orang yang menerimanya. Beliau menunaikannya sehari atau dua hari sebelum hari raya.” (Hr. Al-Bukhari, no. 1440)
Riwayat yang semisal: Dari Nafi’, bahwa Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma menyerahkan zakat fitri kepada orang yang mengumpulkannya (panitia zakat), dua atau tiga hari sebelum hari raya. (Hr. Malik dalam Al-Muwaththa’)
Dalam riwayat yang lain disebutkan, “Ayub bertanya kepada Nafi’ (murid Ibnu Umar), ‘Kapankah Ibnu Umar menyerahkan satu sha’ (makanan)?’ Nafi’ menjawab, ‘Jika petugas telah duduk (untuk mengumpulkan zakat).’ Ayub, ‘Kapan petugas duduk (untuk mengumpulkan zakat)?’ Nafi’, ‘Sehari atau dua hari sebelum hari raya.’” (Hr. Ibnu Khuzaimah)
2. Kisah Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu yang diberi amanah oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menjaga “zakat Ramadan” kemudian datanglah seorang jin di malam hari, yang mencuri kurma lalu ditangkap oleh Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, kemudian dilepaskan oleh Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu karena dia merasa kasihan dengan jin tersebut. Kejadian datangnya jin ini belangsung selama tiga malam. (Hr. Al-Bukhari di Bab “Al-Wikalah”, no. 2311)
Berdasarkan keterangan para ulama, yang dimaksud “zakat Ramadan” adalah ‘zakat fitri’.
Riwayat-riwayat di atas dijadikan dalil oleh para ulama untuk menyatakan bolehnya menyegerakan zakat fitri sebelum datangnya waktu fitri. Hanya saja, ulama berbeda pendapat, mulai kapankah zakat fitri boleh disegerakan?
Pertama, Abu Hanifah berpendapat bolehnya membayar zakat fitri sejak awal tahun (bulan Muharram) karena hukum zakat fitri sebagaimana zakat harta yang boleh disegerakan sebelum genap satu tahun.
Kedua, Asy-Syafi’i berpendapat, pembayaran zakat fitri boleh didahulukan sejak awal bulan Ramadan karena penyebab adanya zakat adalah puasa dan berbuka puasa (hari raya), sehingga jika sudah ada salah satu dari sebab tersebut (yaitu puasa) maka zakat boleh dibayarkan. Sebagaimana zakat harta yang sudah sampai batas nishab namun belum genap disimpan selama satu tahun, boleh didahulukan pembayarannya. Imam Syafi’i memberikan komentar tentang riwayat Ibnu Umar yang menyegerakan pembayaran zakat fitri; beliau mengatakan, “Ini adalah satu hal yang baik, dan saya menyukainya.” (Fathul Bari)
Ketiga, sebagian ulama Mazhab Hanabilah berpendapat bahwa penunaian zakat fitri boleh disegerakan setelah pertengahan Ramadan, sebagaimana bolehnya mendahulukan azan subuh sebelum waktu subuh, atau sebagaimana bolehnya meninggalkan Muzdalifah ketika haji setelah melewati tengah malam sebelum subuh.
Keempat, Imam Ahmad berpendapat bolehnya menyegerakan pembayaran zakat, sehari atau dua hari sebelum waktu wajib (waktu fitri), dan tidak boleh (disegerakan) lebih dari itu.
Ibnu Qudamah mengatakan, “Boleh mendahulukan pembayaran zakat, dua hari sebelum hari raya. Tidak boleh lebih dari itu.” (Al-Mughni)
Insya Allah, pendapat yang lebih mendekati kebenaran adalah yang membolehkan mendahulukan pembayaran zakat fitri dua atau tiga hari sebelum hari raya, dan tidak boleh lebih dari itu. Hal ini berdasarkan alasan berikut:
Riwayat Ibnu Umar dari Nafi’ yang menyegerakan pembayaran zakat fitri, dan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu yang diperintahkan untuk menjaga zakat, akan menghasilkan kesimpulan lebih sempurna jika digabungkan dengan riwayat berikut:
– Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk menunaikan zakat fitri sebelum shalat hari raya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki kebiasaan membagikan zakat fitri sebelum masyarakat berangkat ke lapangan; sambil mengatakan, ‘Penuhi kebutuhan mereka sehingga mereka tidak meminta-minta pada hari ini.’” (Hr. Al-Hakim dalam Ma’rifah Ulumul Hadits, 1:314)
– Dalam riwayat yang lain, dari Nafi’ dari Ibnu Umar; beliau mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa memerintahkan zakat fitri dan membagikannya. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Cukupi kebutuhan mereka agar tidak meminta-minta pada hari ini.’” (Hr. Al-Juzajani)
- Yazid (perawi hadis ini) mengatakan, “Saya menduga (perintah itu) adalah ketika pagi hari di hari raya.”
- Adanya perintah menunjukkan bahwa zakat fitri itu wajib sehingga pada waktu itulah disyariatkan menunaikan zakat. Di samping itu, tujuan zakat fitri –sebagaimana ditegaskan dalam riwayat ini– adalah untuk memenuhi kebutuhan orang miskin agar mereka tidak meminta-minta pada hari raya. Jika ini diberikan jauh sebelum hari raya maka tujuan ini tidak bisa dicapai.
Bagaimana jika ada orang yang menunaikan zakat fitri sebelum waktunya? Apakah harus mengulangi pembayaran zakat fitri?
Sebagaimana telah ditegaskan sebelumnya, bahwa waktu bolehnya mendahulukan pembayaran zakat fitri maksimal 3 hari sebelum hari raya. Dengan demikian, orang yang menunaikan zakat fitri sebelum itu akan dinilai telah menunaikan zakat sebelum waktunya. Apakah harus diulangi?
Dalam hal ini, ada dua keadaan:
- Jika masih ada kesempatan untuk menunaikan zakat di tahun tersebut maka zakatnya diulangi.
- Jika kesempatan membayar zakat sudah tidak ada di tahun tersebut maka tidak perlu diulangi.
Misalnya:
Seseorang menunaikan zakat tanggal 12 Ramadan 1428 H. Kemudian, di pertengahan Syawal 1428 H, dia baru tahu bahwa dirinya telah menunaikan zakat sebelum waktunya dan dia meyakini bahwa zakatnya batal. Jika demikian, tidak ada kewajiban baginya untuk mengulangi zakatnya karena kesempatan untuk menunaikan zakat sudah tidak ada. Namun, jika dia tahu sebelum shalat hari raya Idul Fitri 1428 H –artinya waktu pembayaran zakat masih ada– maka orang tersebut wajib mengulangi zakatnya.
Kepada siapakah zakat fitri diberikan sebelum waktunya?
Riwayat-riwayat yang menyebutkan bolehnya menyegerakan zakat fitri menunjukkan bahwa zakat tersebut diberikan kepada panitia zakat, bukan kepada fakir miskin (sasaran zakat). Sebagaimana yang dilakukan oleh Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma dan kisah Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu. Hal ini karena zakat fitri berfungsi membahagiakan orang miskin dan mencukupi kebutuhan mereka ketika hari raya. Agar tujuan ini tercapai, dianjurkan agar zakat fitri diberikan kepada orang miskin saat hari raya. Oleh karena itu, sebagian ulama melarang mendahulukan pembayaran zakat fitri sebelum hari raya untuk diberikan kepada fakir miskin. Namun, pembayaran zakat boleh didahulukan, jika zakat tersebut dikumpulkan terlebih dahulu kepada panitia.
Al-Mubarakfuri mengatakan, “Riwayat Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma hanyalah menunjukkan bolehnya mendahulukan pembayaran zakat fitri 2 hari sebelum hari raya, untuk dikumpulkan, bukan (diberikan) kepada orang miskin. Sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Bukhari …. Adapun pemberian zakat fitri sehari atau dua hari sebelum hari raya kepada fakir miskin, hal ini tidak ada dalilnya. Allahu a’lam.” (Tuhfatul Ahwadzi, 2:213)
Bersambung…
Artikel sbelumnya:
yandi
Asslmkm ana izin copy artikelnya ustdz.jazakallah
Ruly Haryanto
Jd menunaikan zakat fitrah itu mutlak harus pada saat 1 syawal ya??
Administrator
Tidak harus mutlak 1 syawal Bapak, coba bapak baca kembali artikel mulai dari kalimat: “Ibnu Qudamah mengatakan, “Boleh mendahulukan pembayaran zakat, dua hari sebelum hari raya. Tidak boleh lebih dari itu.” (Al-Mughni)
Baca sedikit pelan-pelan, semoga bisa di fahami