1. LARANGAN MELIHAT FARJI SAAT JIMA’
Apabila salah seorang di antara kalian jima’ maka janganlah melihat farji, karena itu bisa menyebabkan buta, juga jangan banyak bicara karena itu akan menyebabkan bisu.”
Derajat: Palsu
Diriwayatkan oleh Ibnu Jauzi dalam al-Maudhu’at (2/271) dari riwayat Azdi, dari Ibrohim bin Muhammad bin Yusuf al-Firyabi berkata, “Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdur Rohman AL Qusyairi, dari Mis’ar bin Kadam, dari Sa’id Al Maqbari, dari Abu Huroirah secara marfu’.” Sisi cacatnya adalah pada sanadnya terdapat Muhammad bin Abdur Rohman al-Qusyairi.
Adz-Dzahabi berkata, “Tidak tsiqoh.” Al-Azdi berkata, “Pendusta, haditsnya ditinggalkan.” Ad-Daruquthni berkata, “Haditsnya matruk.” Hadits ini mempunyai penguat dengan lafazh: jangan banyak bicara saat jima’ dengan wanita, karena bisa mengakibatkan bisu dan gagap. Namun penguat ini adalah sebuah hadits yang sangat lemah sehingga tidak bisa mengangkat derajatnya,
(Lihat adh-Dho’ifah; 195-197)
Sumber: Hadits Lemah dan Palsu yang Populer di Indonesia, Ahamad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf, Pustaka Al Furqon, Cetakan III 1430 H
2. CERAI MENGUNCANGKAN ARSY
“Menikahlah dan jangan kalian bercerai karena perceraian akan membuat Arsy berguncang.”
Derajat: Palsu
Diriwayatkan al-Khothib dalam Tarikh Baghdad (12/191), Ibnul Jauzi (2/277), dari Amr bin Jami’, dari Juwaibir, dari Dhohhah, dari Nizal bin Sabroh, dari Ali bin Abi Tholib secara marfu’. Sisi cacatnya ada dua, yaitu:
1. Amr bin Jami’. Dia seorang pendusta.
2. Juwaibir, orang yang sangat lemah.
Oleh karena itu hadits ini dimasukkan ash-Shoghoni dalam al-Maudhu’at hlm. 8, dan as-Suyuthi dalam al-La’ali (2/179). Syaikh al-Albani berkata, “Bagaimana hadits ini tidak palsu, padahal banyak dari kalangan salaf yang menceraikan istrinya. Bahkan telah shohih dari Rasulullah bahwa beliau telah menceraikan Hafshoh binti Umar.” Abu Yusuf berkata, “Meskipun setelah itu Rasulullah merujuknya kembali. Walhamdulillah.”
Sumber: Hadits Lemah dan Palsu yang Populer di Indonesia, Ahamad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf, Pustaka Al Furqon, Cetakan III 1430 H
3. CERAI HALAL NAMUN DIBENCI
“Perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah cerai.”
Derajat: Lemah
Diriwayatkan oleh Abu Dawud (2178), Baihaqi, dan Ibnu adi, dari jalan Mu’arrof bin Washil, dari Muharib bin Ditsar, dari Ibnu Umar secara marfu’.
Setelah memaparkan takhrij hadits ini dengan panjang lebar. Syaikh al-Albani berkata, “Kesimpulannya bahwa yang meriwayatkan hadits ini dari Mu’arrof bin Washil ada empat orang tsiqoh. Mereka adalah Muhammad bin Kholid.al-Wahibi, Ahmad bin Yunus, Waki’ bin Jarroh, dan Yahya bin Bukai. Keempat orang ini berselisih dalam riwayat hadits ini. Orang pertama meriwayatkannya dari Mu’arrof, dari Muharib bin Ditsar, dari Ibnu Umar secara marfu’. Sedangkan tiga yang lainnya meriwayatkannya dari Mu’arrof, dari Muharib secara mursal. Dan tidak diragukan lagi bahwa riwayat yang mursal itulah yang lebih rojih.”
Abu Yusuf berkata, “Ketahuilah – barakallahu fikum – bahwa asal hukum cerai adalah makruh dan terlarang, namun bisa berubah pada hukum lainnya. Hal ini sangat tergantung pada kondisi rumah tangga tersebut, bisa menjadi haram, boleh, sunnah bahkan wajib.
Hukum asal larangan cerai ini didasarkan pada beberapa hal, di antaranya:
- Nikah adalah sebuah akad yang diperintahkan dan dianjurkan oleh Islam, maka talak yang merupakan pemutus pernikahan berarti juga pemutus sesuatu yang dianjurkan dan diperintahkan. Dan semua itu terlarang kecuali kalau ada sebuah keperluan mendesak.
- Perceraian banyak membawa mafsadah bagi istri dan anak-anak, juga bisa menjadi sebab perpecahan dan pertengkaran antara keluarga, yang semua itu adalah terlarang.
- Perceraian tanpa sebab adalah mengkufuri nikmat pernikahan yang disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia telah menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tentram padanya, dan dijadikannya di antara kamu rasa kasih dan sayang.” (QS. Ar-Rum: 21) - Perceraian itu hanya diperintahkan oleh setan dan tukan sihir, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Mereka belajar dari keduanya sihir yang bisa memisahkan antara seseorang dengan istrinya.” (QS. Al-Baqarah: 102)Dari Jabir berkata, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya iblis meletakkan singgasananya di atas air, kemudian dia mengutus bala tentaranya, maka yang akan menjadi pasukan yang paling dekat dengan dia adalah yang paling banyak fitnahnya. Lalu ada yang datang dan berkata: ‘Saya telah berbuat ini dan itu.’ Maka iblis berkata: ‘Engkau tidak berbuat apa-apa.’ Kemudian ada yang datang lagi dan berkata: ‘Saya tidak meninggalkan seorang pun kecuali telah aku pisahkan antara dia dengan istrinya.’ Maka iblis mendekatkan dia padanya dan mengatakan: ‘Engkaulah sebaik-baik pasukanku.’ (Muslim: 2167) - Telah shohih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya beliau bersabda:
“Wanita mana saja yang minta cerai pada suaminya tanpa sebab, maka haram baginya bau surga.” (HR. Abu Dawud: 2226, Darimi: 2270, Ibnu Majah 2055, Amad: 5/283, dengan sanad hasan)
Lihat Badai Shona’i (3/95), al-Mufashol (7/354), Jami’ Ahkamin Nisa’ (4/130 Syaikh Musthofa Adawi, Fiqih Sunnah (2/2790, Roudhoh Nadiyah (2/238) Syaikh Shidiq Hasan Khon.
Adapun jika sikon rumah tangga itu berubah, maka hukum ini pun bisa berubah menjadi:
1. Wajib
Yaitu perceraian yang sudah ditetapkan oleh dua juru damai dari keluarga suami dan istri, lalu keduanya menetapkan bahwa suami sitri tersebut harus dipisahkan sebagaimana yang digambarkan oleh Allah dalam firman-Nya surat an-Nisa: 35.
Juga yang termasuk dalam perceraian yang wajib adalah kalau seorang suami bersumpah untuk tidak mengumpuli istrinya lagi, maka setelah masa tunggu selama empat bulan, wajib bagi suami menceraikan istrinya kalau dia tidak mau rujuk kembali. Sebagaimana yang digambarkan oleh Allah dalam firman-Nya surat al-Baqarah: 226.
2. Sunnah
Terkadang perceraian itu dianjurkan dalam beberapa keadaan, seperti jika si istri adalah wanita yang kurang bsia menjaga kehormatannya, atau dia adalah wanita yang meremehkan kewajibannya kepada Allah, dan suami tidak bisa mengajari atau memaksanya untuk menjalankan kewajiban seperti sholat, puasa, atau lainnya. Bahkan sebagian ahlul ilmi mengatakan bahwa dalam keadaan yang kedua ini wajib untu menceraikannya.
3. Mubah
Contohnya apa yang dikatakan oleh Imam Ibnu Qudamah, ‘Perceraian itu mubah kalau perlu untuk melaksanakannya, disebabkan oleh akhlaq istri yang jelek, dan suami merasa mendapatkan mafsadah dari pergaulan dengannya tanpa bisa mendapatkan tujuan dari pernikahannya tersebut.’ (al-Mughni: 10/324)
4. Makruh
Yaitu perceraian tanpa sebab syar’i. Imam Said bin Manshur no. 1099 meriwayatkan dari Abdullah bin Umar dengna sanad shohih mauquf, bahwasanya beliau menceraikan istrinya, maka istrinya pun berkata: ‘Apakah engkau melihat sesuatu yang tidak engkau senangi dariku?’ Ibnu Umar menjawab: ‘Tidak.’ Maka dia pun berkata: ‘Kalau begitu, kenapa engkau menceraikan seorang wanita muslimah yang mampu menjaga kehormatannya?’ Maka akhirnya Ibnu Umar pun merujuknya kembali.
5. Haram
Di antaranya adalah menceraikan istri saat haidh atau suci, namun sudah berjima dengannya. Dan inilah yang dinamakan dengan talak bid’ah yang keharamannya disepakati oleh para ulama sepanjang masa.
(Lihat al-Mughni: 10/323, ad Dur al-Mukhtar Ibnu Abidin: 3/229), Mughnil Muhtaj: 3/307, Jami Ahkamin Nisa: 4/18)
Sumber: Hadits Lemah dan Palsu yang Populer di Indonesia, Ahamad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf, Pustaka Al Furqon, Cetakan III 1430 H
4. TAAT KEPADA WANITA ADALAH SEBUAH PENYESALAN
“Taat kepada wanita adalah sebuah penyesalan.”
Derajat: Palsu
Diriwayatkan oleh Ibnu Adi dari Utsman bin Abdur Rohman ath-Thoro’ifi, dari Anbasah bin Abdur Rohman, dari Muhamamd bin Zadan, dari Ummu Sa’d binti Zaid bin Tsabit, dari Zaid bin Tsabit secara marfu’. Sisi cacatnya adalah Anbasah bin Abdur Rohman. Abu Hatim berkata, “Dia memalsukan hadits.”
Hadits ini dimasukkan oleh Ibnul Jauzi dalam al-Maudhu’at (2/272). Hadits ini juga diriwayatkan dari Aisyah secara marfu’ dengan sanad yang palsu juga. Juga diriwayatkan dari Aisyah secara marfu’ dengan sanad yang palsu juga. Juga diriwayatkan dari Abu Bakroh secara marfu dengan lafazh:
“Kaum laki-laki menjadi binasa jika taat terhadap wanita.”
Namun hadits ini pun lemah.
Syaikh al-Albani berkata, “Makna hadits ini pun tidak benar secara mutlak, karena telah shohih dalam kisah perjanjian Hudaibiyah bahwa Ummu Salamah mengusulkan sesuatu kepada Rosulullah tatkala para sahabat tidak mau menyembelih binatang sembelihan mereka. Ummu Salamah meminta beliau agar keluar dan tidak bicara sama siapa pun sehingga menyembelih untanya lalu mencukur rambut. Maka tatkala para sahabat mengetahui hal itu, mereka segera bangkit dan menyembelih binatang mereka.
Hadits ini menunjukkan bahwasanya Rasulullah menaati apa yang dikatakan oleh Ummu Salamah. Dari sini maka hadits ini tidak shohih.”
(Lihat adh-Dho’ifah: 435-436)
Sumber: Hadits Lemah dan Palsu yang Populer di Indonesia, Ahamad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf, Pustaka Al Furqon, Cetakan III 1430 H
5. SEANDAINYA BUKAN KARENA WANITA
“Jika bukan karena wanita niscaya Allah akan diibadahi dengan sebenar-benarnya.”
Derajat: Palsu
Hadits ini mempunyai dua jalan:
- Diriwayatkan oleh Ibnu Adi (1/312), dari Umar bin Khothb secara marfu’. Sisi cacatnya pada sanad terdapat Abdur Rohim bin Zaid al-Ami.
Ibnu Ma’in berkata, “Pendusta yang keji.”
Abu Hatim berkata, “Haditsnya ditinggalkan.”
Hadits ini dimasukkan oleh Imam Ibnul Jauzi dalam al-Maudhu’at (2/255), dan as-Suyuthi dalam al-La’ali (1/159) - Diriwayatkan oleh Abul Fadhl dalam Nuskhoh Zubair bin Adi dan Abu Nu’aim dalam Akhbar Ashbahan (2/30), dari Anas secara marfu’. Namun pada sanadnya terdapar Bisyr bin Husain, seseorang yang ditinggalkan haditsnya. Ibnu Aroq berkata dalam Tanzihusy Syari’ah (2/304), “Dia adalah seorang pendusta, tukang membuat hadits palsu.”
Sumber: Hadits Lemah dan Palsu yang Populer di Indonesia, Ahamad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf, Pustaka Al Furqon, Cetakan III 1430 H