Yufidia.com

Ada Apa Dengan Bank Konvensional

Perekonomian adalah salah satu bidang yang diperhatikan oleh syariat Islam dan diatur dengan undang-undang yang penuh dengan kebaikan, bersih dari kezaliman. Allah mengharamkan riba karena menyimpan dampak negatif bagi umat manusia dan merusak perekonomian bangsa.

Sejarah telah menjadi saksi nyata bahwa suatu perekonomian yang dibangun di atas selain undah-undang Islam, kesudahannya adalah kesusahan dan kerugian. Bila Anda ingin bukti sederhana, maka lihatlah kepada bank-bank konvensional yang ada di sekitar kita, bagaimana ia begitu megah bangunannya, tetapi keberkahan tiada terlihat darinya. Sungguh benar firman Allah Ta’ala:

يَمْحَقُ اللهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ

Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah…” (QS. Al-Baqarah: 276)

Nah, di sinilah pentingnya kita mengetahui masalah bank konvensional dan sejauh ana kesesuaiannya dengan hukum Islam karena pada zaman sekarang ini bank bagi kehidupan manusia hampir sulit dihindari.

Definisi dan Sejarah Bank

Bank diambil dari bahasa Italia yang artinya meja. Konon penamaan itu disebabkan pekerjanya pada zaman dahulu melakukan transaksi jual beli mata uang di tempat umum dengan duduk di atas meja. Kemudian modelnya terus berkembang sehingga berubah menjadi bank yang sekarang banyak kita jumpai.

Bank didefinisikan sebagai suatu tempat untuk menyimpan harta manusia secara aman dan mengembalikan kepada pemiliknya ketika dibutuhkan. Intinya adalah menerima tabungan dan memberikan pinjaman.

Bank yang pertama kali berdiri adalah di Bunduqiyyah, salah satu kota di Italia pada tahun 1157 M. Kemudian bank terus mengalami perkembangan hingga terjadi perkembangan yang pesat sekali pada abat ke-16, ketika pada tahun 1587 di Italia berdiri sebuah bank bernama Banco Della Pizza Dirialto dan pada tahun 1609 berdirilah Bank Amsterdam di Belanda.

Kemudian disusul pula dengan berdirinya bank-bank lainnya di Eropa. Pada sekitar 1898, bank masuk ke negara-negara Arab. Di Mesir berdirilah Bank Ahli Mishri dengan modal lima ratus ribu Junaih.

Aktivitas Bank

Orang tidak bisa menghukumi sesuatu melainkan setelah mengetahui gambaran dan pokok permasalahannya. Oleh sebab itu, penting bagi kita untuk mengetahui hakikat bank agar kita bisa menimbangnya dengan kacamata syariat Islam.

Aktivitas bank ada yang boleh dan ada yang haram. Hal itu dapat kita gambarkan secara global sebagai berikut:

A.    Aktivitas Bank yang Boleh

  1. Transfer uang dari satu tempat ke tempat lain dengan ongkos pengiriman.
  2. Menerbitkan kartu ATM untuk memudahkan pemiliknya ketika bepergian tanpa harus memberatkan diri dengan membawa uang.
  3. Menyewakan lemari besi bagi orang yang ingin menaruh uang/barang berharga di dalamnya.
  4. Mempermudah hubungan dengan negara-negera lain, di mana Bank banyak membantu para pedagang dalam mewakili penerimaan kuitansi pengiriman barang dan menyerahkan uang pembayarannya kepada penjual barang.

Pekerjaan-pekerjaan di atas dengan adanya ongkos pembayaran hukumnya adalah boleh dalam pandangan syariat.

B.     Pekerjaan Bank yang Tidak Boleh

  1. Menerima tabungan dengan imbalan bunga, lalu uang tabungan tersebut akan digunakan oleh bank untuk memberikan pinjaman kepada manusia dengan bunga yang berlipat-lipat dari bunga yang diberikan kepada penabung.
  2. Memberikan pinjaman uang kepada para pedagang dan selainnya dalam tempo (jangka waktu) tertentu dengan syarat peminjam harus membayar lebih dari hutangnya dengan hitungan presentase.
  3. Membuat surat kuasa bagi para pedagang untuk meminjam kepada bank tatkala mereka membutuhkan dengan jumlah uang yang disepakati oleh kedua belah pihak. Namun, bunga di sini tidak dihitung melainkan setelah menerima pinjaman.

Bunga Bank = Riba

Dengan gambaran di atas menjadi nyatalah bagi kita bahwa kebanyakan aktivitas bank dibangun di atas riba. Padahal riba hukumnya haram berdasarkan Alquran, hadis, dan kesepakatan ulama Islam.

1. Dalil Alquran

وَأَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا

..Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba..” (QS. Al-Baqarah: 275)

Bagi seorang muslim, cukuplah dengan membaca akhir Surat al-Baqarah ayat 275-281, dia akan merinding akan dahsyatnya ancaman Allah kepada pelaku riba, Bacalah dan renungkanlah!!

2. Dalil hadis

Dari Jabir beliau berkata, “Rasulullah melaknat orang yang memakan riba, pemberi makan dengan harta riba, sekretasisnya, dan dua saksinya.” Dan beliau berkata, “Hukum mereka sama.” (HR. Muslim: 4177)

3. Para ulama sepanjang zaman telah bersepakat tentang haramnya riba, barang siapa membolehkannya berarti kafir. Bahkan, riba juga diharamkan dalam agama-agama sebelum Islam. Imam al-Mawardi berkata, “Allah tidak pernah membolehkan zina dan riba dalam syariat mana pun.”

Barangkali ada yang berkata: Kami sepakat dengan Anda bahwa riba hukumnya adalah haram, tetapi apakah bunga bank termasuk riba?!

Kami jawab: Wahai saudaraku, janganlah engkau tertipu dengan perubahan nama. Demi Allah, kalau bunga bank itu tidak digolongkan sebagai riba, maka tidak ada riba di dunia ini karena riba adalah semua tambahan yang disyaratkan atas pokok harta, inilah keadaan (hakikat) bunga bank konvensional itu.

Kami tidak ingin memperpanjang permasalahan ini. Cukuplah sebagai renungan bagi kita bahwa telah digelar berbagai seminar dan diskusi tentang masalah ini, semuanya menegaskan kesepakatan bahwa bunga bank konvensional adalah riba yang diharamkan Allah Ta’ala. Bahkan dalam muktamar pertama tentang perekonomian Islam yang digelar di Mekah dan dihadiri oleh tiga ratus peserta yang terdiri atas ulama syariat dan pakar ekonomi internasional. Tidak ada satu pun di antara mereka yang menyelisihi pernyataan tentang haramnya bunga bank.

Sebagai faidah, kami akan menyebutkan beberapa fatwa dan muktamar besar yang menyimpulkan haramnya bunga bank:

  1. Keputusan muktamar kedua Majma Buhuts Islamiyyah di Kairo pada bulan Muharrom 1385 H/ Mei 1965 M dan dihadiri oleh para peserta dari tiga puluh negara.
  2. Keputusan muktamar kedua Majma Fiqih Islami di Jeddah pada 10-16 Robi’uts Tsani 1406 H/22-28 Desember 1985 M.
  3. Keputusan Majma Robitbah Alam Islami yang diselenggarakan di Mekah pada tanggal 12-19 Rojab 14-6 H.
  4. Keputusan muktamar kedua tentang ekonomi Islami di Kuwait pada tahun 1403 H/1983 M.
  5. Keputusan Majma Fiqih Islam di India pada bulan Jumadil Awal 1410 H.

Setelah menukil ijmak ulama tentang masalah haramnya bunga bank, Dr. Ali bin Ahmad as-Salus berkata, “Dengan demikian, masalah bunga bank menjadi masalah haram yang jelas dan bukan lagi perkara yang samar, sehingga tidak ada lagi ruang untuk perselisihan dan fatwa-fatwa pribadi.”

Setelah konsensus ini, maka janganlah kita tertipu dengan berbagai propaganda menyesatkan dari sebagian kalangan yang berusaha untuk membolehkan riba bank, apalagi para ulama telah bangkit untuk membedah kesesatan propaganda-propaganda tersebut.

Bekerja di Bank

Sebagaimana bank adalah tempat riba yang diharamkan dalam Islam, bekerja di bank hukumnya haram karena hal itu berarti membantu mereka dalam perbuatan haram dan dosa. Minimalnya, bekerja di bank menunjukkan sikap ridha (rela) dengan kemungkaran yang dia lihat. Allah berfirman,

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَتَعَاوَنُوا عَلَى اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

...Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksaNya.” (QS. Al-Maidah: 2)

Ayat ini merupakan kaidah umum tentang larangan tolong-menolong di atas dosa dan kemaksiatan. Oleh karenanya, para ahli fiqih berdalil dengan ayat di atas tentang haramnya jual beli senjata pada saat terjadi fitnah (huru-hara), jual beli lilin untuk hari raya Nasrani, dan sebagainya karena semua itu termasuk tolong-menolong di atas kebatilan.

Lebih jelas lagi, mari kita perhatikan hadis berikut:

Dari Jabir, beliau berkata: “Rasulullah melaknat orang yang memakan riba, pemberi makan dengan harta riba, sekretarisnya, dan dua saksinya. Dan beliau berkata; “Hukum mereka sama.” (HR. Muslim: 4177)

Imam an-Nawai berkata, “Hadis ini dengan jelas menunjukkan haramnya menjadi sekretaris dan saksi untuk riba. Hadis ini juga menunjukkan haramnya pembantu kebatilan.”

Para ulama kontemporer telah menegaskan tentang tidak bolehnya menjadi pegawai bank walaupun hanya sebagai satpam. Kewajiban bagi orang yang terlanjur menjadi pegawai bank adalah menghindar dari laknat Allah dan mencari pekerjaan lain yang halal sesungguhnya Allah Maha luas rezeki-Nya.

Bolehkah Menyimpan Uang di Bank?

Pada asalnya, menyimpan uang di bank hukumnya tidak boleh! Hal itu termasuk membantu kelancaran perekonomian riba yang jelas hukumnya haram. Sebab uang tersebut akan digunakan oleh bank untuk memberikan pinjaman orang lain dengan riba. Oleh karena itu, pada asalnya setiap muslim harusnya putus hubungan dan ‘talak tiga’ dengan bank. Hanya, pada zaman sekarang terkadang seorang tidak bisa menghindarkan diri dari bank sehingga para ulama membolehkannya apabila dalam keadaan darurat sekali dan tidak ada cara lain untuk menyimpan hartanya.

Sebab itu, dapat kita katakan bahwa orang yang menyimpan uang di bank tidak keluar dari dua keadaan:

Pertama: Orang yang ingin membungakan dan mengembangkan hartanya dengan jalan riba. Tidak diragukan lagi bahwa orang ini telah terjatuh dalam keharaman dan terancam dengan peperangan dari Allah dan rasul-Nya. Siapakah yang bisa menang jika berhadapan dengan Allah dan Rasul-Nya?!

...maka ketahuilah, bahwa Allah dan RasulNya akan memerangimu..” (QS. Al-Baqarah: 279)

Kedua: Orang yang ingin menyimpan hartanya agar aman. Hal ini terbagi menjadi beberapa keadaan:

  1. Apabila ada tempat lain atau bank islami yang bersih dari riba untuk penyimpanan secara aman, maka tidak boleh dia menyimpan di bank konvensional karena tidak ada kebutuhan mendesak dan ada pengganti lainnya yang boleh.
  2. Apabila tidak ada bank Islami yang bersih dari riba atau tempat aman lainnya padahal dia sangat khawatir bila harta tersebut akan dicuri atau lainnya, maka hukumnya adalah boleh karena darurat.  Hal ini berbeda-beda sesuai keadaan manusia. Artinya, tidak semua orang terdesak untuk menyimpan uangnya di bank. Maka hendaknya janganlah meremehkan dengan alasan darurat padahal tidak ada unsur darurat sama sekali sebagaimana banyak dilakukan oleh kebanyakan kaum muslimin.

Memanfaatkan Bunga Bank

Kalau kita katakan bahwa boleh menabung di bank dalam kondisi darurat, maka akan muncul pertanyaan: “Apa yang kita perbuat dengan bunga (baca: riba) yang diberikan bank kepada tabungan kita?!”

Kami katakan: ada beberapa pendapat untuk menjawab pertanyaan tersebut:

  1. Megambilnya dan memanfaatkannya seperti uang pokok.
  2. Membiarkannya untuk bank agar dimanfaatkan sesuka bank
  3. Mengambilnya lalu merusaknya.
  4. Mengambilnya lalu memberikannya kepada fakir miskin atau untuk keperluan umum bagi kemaslahatan kaum muslimin.
  5. Mengambilnya dan memberikannya kepada orang yang dizalimi oleh bank dengan riba.

Pendapat yang paling mendekati kebenaran –menurut kami- adalah pendapat keempat yaitu mengambilnya dan memberikannya kepada fakir misin atau keperluan umum (asalkan) bukan dengan niat sedekah melainkan membebaskan diri dari uang haram. Inilah pendapat yang dipilih oleh para ulama seperti Lajnah Da’imah, Al-Albani Musthofa Az-Zarqo, dan sebagainya.

Solusi dan Seruan

Setelah menyimak keterangan singkat di atas, sudah semestinya bagi kaum muslimin –khususnya para pemimpin- untuk bersama-sama mengingkari praktik riba yang berkembang di bank dan (selanjutnya) berusaha untuk mendirikan bank-bank Islami yang bersih dari riba, sesuai dengan undang-undang syariat Islam yang mulia. Alternatif lainnya adalah memperbaiki bank-bank Islami yang sudah ada karena –menurut sinyalir banyak kalangan- belum bersih dari praktik riba dan pelayanannya belum menjangkau semua kota.

Sungguh keji ucapan seorang yang menyatakan bahwa tidak ada bank melainkan harus dengan bunga dan tidak ada kekuatan ekonomi Islam kecuali harus dengan bank. Ini adalah kedustaan nyata sebab sepanjang sejarah berabad-abad lamanya perekonomian mereka stabil tanpa bank riba.

Sekali lagi, kami menghimbau para ulama, para pemimpin, para ahli ekonomi, dan para pedagang besar untuk berkumpul dan mendiskusikan masalah ini. Dengan ini diharapkan agar bank-bank Islami yang bersih dari kotoran riba akan banyak bermunculan di negeri kita tercinta sehingga kita tidak lagi membutuhkan bank-bank riba. Setiap muslim berkewajiban untuk bahu-membahu dalam mendukung ide tersebut agar mereka selamat dari jerat riba yang menyebabkan murka Allah.

Daftar Referensi

  1. Al-Mu’amalat al-Maliyah al-Mu’ashirah Fil Fiqih al-Islami karya Dr. Muhammad Utsman Syubair, diterbitkan Dar Nafais Yordania, cetakan keenam, 1427 H.
  2. Al-Mu’amalat al-Maliyah al-Mu’ashiroh karya Sa’aduddin Muhammad al-Kibbi, diterbitkan Maktab Islami, Beirut, cetakan pertama 1423 H.
  3. Ar-Riba Fil Mu’amalat al-Mashrofiyyah al-Mu’ashiroh karya Dr. Abdulloh bin Muhammas as-Sa’idi, diterbitkan Dar Thoibah, KSA, cetakan kedua, 1421 H.
  4. Qodhoya Fiqhiyyah Mu’ashiroh karya Muhammad Burhanuddin diterbitkan Darul Qolam, Beirut, cetakan pertama, 1408 H.
  5. Dan lain-lain.

Sumber: Majalah Al-Furqon Edisit 10 Tahun Ke-8 1430 H/2009 M

Artikel www.Yufidia.com

Flashdisk Video Belajar Iqro Belajar Membaca Al-Quran

KLIK GAMBAR UNTUK MEMBELI FLASHDISK VIDEO BELAJAR IQRO, ATAU HUBUNGI: +62813 26 3333 28

1 Comment

  1. terus bagaimana hukumnya meminjam uang dari bank ? lalu, bagaimana hukumnnya kerja menjadi PNS yang mana pemerintah juga melakukan praktik riba seperti utang dari bank dunia dll ?

Leave a Reply