Pertanyaan
Bolehkah seorang lelaki menyemir rambut dengan warna merah atau kuning, dan apa warna-warna yang terlarang? Bagi seorang pemuda yang belum beruban rambutnya, bolehkah melakukan itu untuk sekadar berhias diri dan bukan untuk tujuan lain? Dan jika seorang pemuda melakukannya dengan niat untuk mencontoh Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam walaupun tidak memiliki uban, apakah dia mendapat pahala?
Jawaban
Segala puji hanya bagi Allah.
Pertama, menyemir rambut boleh dengan warna apa pun selain hitam dan tidak ada perbedaan untuk orang tua atau yang masih muda sehingga tidak mengapa menyemir walaupun belum beruban. Dalam Fatāwā al-Lajnah ad-Dāimah (5/168) disebutkan soal berikut:
“Aku lihat sebagian orang menggunakan zat tertentu untuk mengubah warna rambutnya menjadi hitam atau merah, dan mereka juga menggunakan zat lain untuk membuat rambut keriting mereka menjadi lurus. Apakah zat-zat tersebut diperbolehkan, dan apakah hukumnya sama antara pemuda, dan orang tua?”
Al-Lajnah ad-Dāimah menjawab:
“Segala puji hanya bagi Allah dan salawat dan salam semoga tercurahkan untuk Rasulullah, keluarga, dan sahabat beliau. Kemudian, merubah warna rambut dengan selain hitam diperbolehkan, begitu pula penggunaan zat tertentu untuk meluruskan rambut yang keriting. Hukum antara pemuda dan orang tua sama saja, selama zat tersebut tidak berbahaya, suci, dan mubah. Adapun merubah dengan warna hitam tidak boleh baik untuk pria ataupun wanita,” berdasarkan sabda Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam:
غَيِّرُوا هَذَا بِشَىْءٍ وَاجْتَنِبُوا السَّوَادَ. رواه مسلم
Artinya: “Rubahlah warna uban kalian tapi jauhilah warna hitam.”
Dengan taufik dari Allah. Selesai kutipan.
Hadis tersebut diriwayatkan Muslim nomor 2102.
Begitu pula larangan menyemir warna hitam ditunjukkan dalam hadis riwayat Abu Dawud (4212) dari Ibnu Abbas, dia berkata, Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَكُونُ قَوْمٌ يَخْضِبُونَ فِي آخِرِ الزَّمَانِ بِالسَّوَادِ كَحَوَاصِلِ الْحَمَامِ لاَ يَرِيحُونَ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ. رواه أبو داود
“Pada akhir zaman nanti akan ada orang-orang yang mengecat rambutnya dengan warna hitam seperti warna kebanyakan dada merpati, mereka tidak akan mencium bau surga.” (Hadis ini disahihkan al-Albani dalam Sahih Abu Dawud).
Adapun yang menunjukkan bolehnya menyemir rambut dengan warna merah atau kuning adalah hadis riwayat Abu Dawud dari Ibnu Abbas, dia berkata:
مَرَّ عَلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم رَجُلٌ قَدْ خَضَبَ بِالْحِنَّاءِ فَقَالَ: ” مَا أَحْسَنَ هَذَا ” . قَالَ: فَمَرَّ آخَرُ قَدْ خَضَبَ بِالْحِنَّاءِ وَالْكَتَمِ فَقَالَ: ” هَذَا أَحْسَنُ مِنْ هَذَا ” . قَا:لَ فَمَرَّ آخَرُ قَدْ خَضَبَ بِالصُّفْرَةِ فَقَا:لَ ” هَذَا أَحْسَنُ مِنْ هَذَا كُلِّهِ. رواه أبو داود
Artinya: “Ada seorang pemuda yang menyemir rambutnya dengan inai lewat di hadapan Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam dan beliau bersabda, ‘Indah sekali rambutnya!’ Kemudian lewat orang yang menyemir rambutnya dengan inai dan katam (sejenis pewarna alami) dan beliau bersabda, ‘Indah lebih indah dari yang tadi!’ Kemudian ada orang yang menyemir rambutnya dengan warna kuning lewat dan beliau bersabda, ‘Indah lebih indah dari semuanya tadi!'” (HR. Abu Dawud)
Dan pembahasan dalam hadis ini adalah tentang mengubah uban dengan warna lain, bukan tentang kebolehan secara mutlak menyemir walaupun belum beruban. Hadis ini dikomentari al-Albani dalam Miṣkātu al-Maṣābīh, “Jayyid (Bagus).”
Kedua, perlu diperhatikan sebuah kaidah umum dalam berhias diri dan masalah lainnya, hukumnya haram jika dalam hal itu terdapat bentuk tasyabbuh (menyerupai) yang terlarang, seperti menyerupai orang kafir atau fasiq, hal ini terlarang berdasarkan sabda Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
Artinya: “Barang siapa menyerupai suatu kaum, maka dia adalah bagian dari kaum itu.” (HR. Abu Dawud no. 4031 dan disahihkan oleh al-Albani).
Sehingga, sebelum menghukumi boleh dan tidaknya warna semir rambut yang ditanyakan tersebut, perlu adanya kepastian bahwa dia tidak melakukannya karena ingin mengikuti orang kafir atau fasik atau orang yang dianggap oleh sebagian pemuda sebagai model dari kalangan penyanyi, atlet atau yang lainnya. Begitu juga terlarang jika pewarnaan rambut tersebut membuat lelaki lebih feminin dan menyerupai wanita berdasarkan sabda Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam yang melarang hal ini dan melaknat pelakunya. Hadis terdapat dalam Sahih Bukhari nomor 5435.
Ketiga, adapun apakah Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam menyemir rambutnya, ada perselisihan di antara ulama dalam hal ini. Ibnu al-Qayyim –Semoga Allah merahmati beliau– berkata, “Para sahabat berbeda pendapat apakah beliau menyemir rambutnya. Anas berkata ‘bahwa beliau tidak melakukannya,’ dan Abu Hurairah berkata ‘bahwa beliau melakukannya.’ Hammad bin Salamah meriwayatkan dari Humaid dari Anas, dia berkata, ‘Aku melihat rambut Rasulullah disemir.’ Hammad berkata, ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Uqail mengabarkan kepadaku, Aku melihat rambut Rasulullah yang disimpan oleh Anas bin Malik disemir.'”
Sebagian lain berkata bahwa dahulu Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam sering menggunakan parfum sehingga membuat rambutnya memerah sehingga disangka disemir. Abu Rimṯah berkata:
أتيت رسول الله صلى الله عليه وسلم مع ابن لي فقال أهذا ابنك ؟ قلت: نعم أشهد به فقال: ” لَا تَجْنِي عَلَيْهِ وَلَا يَجْنِي عَلَيْكَ ” قال: ورأيت الشيب أحمر
Artinya: “Aku menemui Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersama anakku dan beliau berkata, ‘Ini anakmu?’ Aku jawab, ‘Iya, aku bersaksi atas hal ini.’ Beliau bersabda, ‘Dia tidak menanggung dosamu dan kamu tidak menanggung dosanya.'” Dia (Abu Rimṯah) berkata, “Aku melihat uban beliau berwarna merah.”
At-Tirmizi berkata, “Ini adalah hadis terbaik dan terjelas yang diriwayatkan dalam masalah ini karena berbagai riwayat yang sahih menyebutkan bahwa Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam tidak memiliki uban. Hammad bin Salamah meriwayatkan dari Sammāk bin Harb, dia berkata, “Jabir bin Samurah ditanya, ‘Apakah di kepala Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam ada ubannya?'” Dia berkata, “Di kepala Nabi tidak ada ubannya kecuali beberapa helai di belahan rambut yang jika beliau memakai parfum uban itu tertutupi.” Selesai kutipan dari Zād al-Ma’ād 1/169.
Keempat, adapun niat Anda untuk mengikuti Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam dalam menyemir padahal tidak memiliki uban, maka telah Anda ketahui perbedaan pendapat dalam masalah pewarnaan rambut Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam. Kemudian, perintah yang terdapat dalam sunah untuk menyemir rambut, bukanlah sesuatu yang diperintahkan secara zatnya, namun maksudnya adalah mewarnai uban dan menyelisihi orang Yahudi dan Nasrani, berdasarkan hadis Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam:
غَيِّرُوا الشَّيْبَ وَلاَ تَشَبَّهُوا بِالْيَهُودِ . رواه النسائي
Artinya: “Semirlah uban kalian dan jangan menyerupai orang Yahudi.” (HR. An-Nasa’i no. 4986 dan Tirmizi no. 1674).
Dalam Sahih Muslim nomor 3924 disebutkan bahwa Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam ketika melihat uban di rambut ayah Abu Bakar, beliau berkata:
غَيِّرُوا هَذَا بِشَىْءٍ وَاجْتَنِبُوا السَّوَادَ. رواه مسلم
Artinya: “Ubah uban ini dengan sesuatu namun hindari warna hitam.” (HR. Muslim)
Dalam Sahih Bukhari no. 5448:
إِنَّ الْيَهُودَ لاَ يَصْبُغُونَ فَخَالِفُوهُمْ. رواه البخاري
Artinya: “Sesungguhnya orang Yahudi tidak menyemir rambutnya, maka selisihi mereka.” (HR. Bukhari)
Dengan ini, menyemir rambut jika tidak ada ubannya tidak termasuk sunah dan tidak dianggap mengikuti beliau karena tidak adanya faktor pendorong dan tidak tercapainya maslahat yang diinginkan syariat dalam menyemir uban. Sehingga hukum paling tinggi untuk hal ini adalah mubah. Jika ada bentuk tasyabbuh atau bahaya yang nyata maka hukumnya menjadi haram.
Allahu a’lam.
Sumber:
https://islamqa.info/ar/answers/45191/حكم صبغ الشعر باللون الأحمر والأصفر