Doa dalam Al-Qur’an: Doa agar Mendapat Petunjuk
Dalam al-Qur’an mengandung banyak doa yang dapat kita panjatkan, dan doa pertama yang termaktub di dalamnya -dari sisi urutan surat-suratnya- adalah doa yang terdapat dalam surat al-Fatihah yang berbunyi:
اهدنا الصراط المستقيم. صراط الذين أنعمت عليهم غير المغضوب عليهم ولا الضالين
“Tunjukilah kami ke jalan yang lurus. (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” [QS. al-Fatihah: 6-7].
Doa ini sangatlah agung karena menjadi bagian dari surat al-Fatihah yang wajib dibaca setiap rakaat dalam shalat, bahkan doa ini adalah pokok dari surat al-Fatihah itu sendiri. Oleh sebab itu sudah selayaknya bagi kita dalami bersama isi kandungan doa ini, agar mempermudah kita untuk menghayati doa ini setiap kita membacanya.
Penjelasan:
1. (اهدنا الصراط المستقيم) : berilah kami petunjuk dan taufik kepada jalan yang lurus, yakni jalan yang jelas yang dapat mengantarkan kepada Allah dan surga-Nya.
2. (صراط الذين أنعمت عليهم) : yaitu jalan orang-orang yang Engkau berikan kenikmatan kepada mereka.
Ibnu Katsir menjelaskan dalam tafsirnya, bahwa orang-orang yang dimaksud di sini adalah orang-orang yang disebutkan Allah dalam surat an-Nisa: 69 yang berbunyi:
“Dan barang siapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: “Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh.” [QS. an-Nisa: 69].
3. (غير المغضوب عليهم) : bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai.
Mereka adalah orang-orang Yahudi, kerena mereka memiliki ilmu namun tidak mengamalkannya, sehingga mendapat kemurkaan dari Allah.
4. (ولا الضالين) : bukan pula jalan orang-orang yang sesat.
Mereka adalah orang-orang Nasrani yang beramal tanpa berlandaskan ilmu, sehingga menjadi orang-orang yang tersesat.
5. Orang-orang Yahudi yang disifati sebagai orang-orang yang dimurkai tidak menjadi penghalang bagi golongan lain untuk disifati pula sebagai golongan yang dimurkai, selama perbuatan mereka juga termasuk perbuatan yang dimurkai. Begitu pula Orang-orang Nasrani yang disifati sebagai orang-orang yang sesat tidak menjadi penghalang bagi golongan lain untuk disifati pula sebagai golongan yang sesat, selama perbuatan mereka juga termasuk perbuatan yang sesat.
Keutamaan:
عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: قال الله عز وجل: قسمت الصلاة بيني وبين عبدي نصفين ولعبدي ما سأل. فإذا قال العبد: الحمد لله رب العالمين. قال الله: حمدني عبدي، فإذا قال: الرحمن الرحيم. قال الله: أثنى علي عبدي. فإذا قال: مالك يوم الدين. قال: مجدني عبدي. وقال مرة: فوض إلي عبدي. وإذا قال: إياك نعبد وإياك نستعين. قال: هذا بيني وبين عبدي، ولعبدي ما سأل. فإذا قال: اهدنا الصراط المستقيم صراط الذين أنعمت عليهم غير المغضوب عليهم ولا الضالين. قال: هذا لعبدي، ولعبدي ما سأل.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Allah Ta’ala berfirman: “Aku bagikan salat antara Aku dan hamba-Ku menjadi dua bagian, dan bagi hamba-Ku apa yang dia minta.” Bila seorang hamba berkata: “الحمد لله رب العالمين,” Allah berfirman: “Hamba-Ku telah memuji-Ku.” Bila ia berkata: “الرحمن الرحيم,” Allah berfirman: “Hamba-Ku telah menyanjung-Ku.” Bila ia berkata: “مالك يوم الدين,” maka Allah berfirman: “Hamba-Ku telah mengagungkan-Ku,” dan adakalanya sesekali berfirman: “Hamba-Ku telah berserah diri kepada-Ku.” Bila ia berkata: “إياك نعبد وإياك نستعين” maka Allah berfirman, ‘Ini antara diri-Ku dan hamba-Ku, dan bagi hamba-Ku apa yang dia minta.’ Bila ia berkata: “اهدنا الصراط المستقيم صراط الذين أنعمت عليهم غير المغضوب عليهم ولا الضالين” maka Allah berfirman: “Ini untuk hamba-Ku dan bagi hamba-Ku yang dia minta.” [H.R Muslim 395]
Hadits ini menggambarkan bahwa ketika kita membaca surat al-Fatihah, sebenarnya kita sedang berdialog dengan Allah Ta’ala, maka selayaknya kita membacanya dengan penuh penghayatan, dan tidak sekedar menjadi lafazh yang diucapkan lisan, namun harus dengan menghadirkan hati dan keimanan.
Adapun ketika ketika kita membaca
“اهدنا الصراط المستقيم صراط الذين أنعمت عليهم غير المغضوب عليهم ولا الضالين” maka Allah telah menfirmankan bahwa Dia akan mengabulkan doa kita ini, dan kenikmatan apa yang dapat melebihi kenikmatan hidayah dari Allah, yang menjadikan kita digolongkan dengan para nabi, shiddiqin, syuhada, dan shalihin.
Pelajaran yang Dapat Dipetik dari Doa ini:
1. Hidayah sepatutnya menjadi hal pertama yang kita mohonkan dari Allah, karena hidayah adalah kunci bagi kita untuk dapat meraih keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Terlebih lagi di zaman kita sekarang, di mana syubhat dan syahwat tersebar begitu marak.
2. Menempuh jalan hidayah merupakan cara untuk mendapatkan kenikmatan dari Allah.
3. Tidak selayaknya seorang muslim merasa cukup dengan hidayah yang telah dia dapatkan dan merasa aman dari kesesatan.
4. Orang yang mendapat hidayah adalah orang yang memiliki ilmu dan mau mengamalkan ilmu tersebut.
5. Manusia terbagi menjadi tiga golongan:
- Golongan orang-orang yang mendapat nikmat (hidayah) dari Allah.
- Golongan orang-orang yang dimurkai.
- Golongan orang-orang yang tersesat.
Penutup
Pemberian hidayah merupakan hak prerogatif Allah yang tidak dimiliki oleh selain-Nya, hal ini berdasarkan banyak ayat dalam al-Qur’an, seperti yang termaktub dalam surat Fatir yang berbunyi:
فَإِنَّ اللَّهَ يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ
“Maka sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya.” [QS. Fatir: 8]
bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri tidak dapat melawan ketetapan Allah ini, sehingga Beliau tidak mampu membuat pamannya menjadi beriman kepada Allah dan kepada risalahnya, padahal Beliau sangat berharap agar ia dapat beriman. Hal ini Allah abadikan dalam surat al-Qashash ayat 56 yang berbunyi:
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya.” [QS. al-Qashash: 56].
Oleh sebab itu, sudah selayaknya kita menjadikan doa ini sebagai senjata bagi kita untuk menjaga hidayah yang telah Allah berikan kepada kita, sehingga kita dapat senantiasa istiqamah di atas jalan hidayah-Nya di zaman yang penuh dengan fitnah syahwat dan syubhat ini. Wallahu Ta’ala a’lam.