Fiqh Musaabaqah (Perlombaan) – Bag. 1

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:

Berikut ini merupakan pembahasan tentang musaabaqah, semoga Allah menjadikannya ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamiin.

Definisi Musaabaqah (Perlombaan) dan Hukumnya

Musaabaqah artinya memperlombakan hewan atau lainnya. Termasuk juga lomba melempar panah dan tombak, lomba balap lari, memainkan senjata, balap kuda, bighal dan keledai.

Hukumnya mubah berdasarkan Alquran, sunah dan ijma’.

Dalam Alquran, Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu.” (QS. Al Anfaal: 60)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

أَلاَ إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ

Ingatlah, kekuatan itu ada pada memanah.” (HR. Muslim)

Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah berkata:

سَابَقْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَبَقْتُهُ فَلَمَّا حَمَلْتُ اللَّحْمَ سَابَقْتُهُ فَسَبَقَنِي : قُلْتُ : هَذِهِ بِتِلْكَ

“Aku pernah berlomba dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu aku berhasil membalapnya, namun ketika aku gemuk, aku berlomba dengan Beliau, namun aku dibalap oleh Beliau. Maka aku berkata, “Kekalahan ini telah dibalas dengan yang dahulu.” (HR. Bukhari)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

عَلَيْكُمْ بِالرَّمْيِ فَإِنَّهُ مِنْ خَيْرِ لَهْوِكُمْ

Hendaknya kalian berlatih memanah, karena ia merupakan sebaik-baik permainan kalian.” (HR. Al Bazzar dan Thabrani, dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 4066)

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

كُلُّ شَيْءٍ لَيْسَ مِنْ ذِكْرِ اللهِ فَهُوَ لَعِبٌ، لَا يَكُونُ أَرْبَعَةٌ: مُلَاعَبَةُ الرَّجُلِ امْرَأَتَهُ، وَتَأْدِيبُ الرَّجُلِ فَرَسَهُ، وَمَشْيُ الرَّجُلِ بَيْنَ الْغَرَضَيْنِ، وَتَعَلُّمُ الرَّجُلِ السَّبَّاحَةَ

Segala sesuatu yang tidak termasuk dzikrullah adalah permainan, namun tidak termasuk yang empat ini, yaitu: bercumbu seorang suami dengan istrinya, seseorang melatih kudanya, seseorang yang berjalan di antara dua sasaran (bertarung sebagai persiapan perang), dan seseorang belajar renang.” (HR. Nasa’i dalam Al Kubra, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 4534)

Ibnu Umar berkata:

سَابَقَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ الخَيْلِ، فَأُرْسِلَتِ الَّتِي ضُمِّرَتْ مِنْهَا، وَأَمَدُهَا إِلَى الحَفْيَاءِ إِلَى ثَنِيَّةِ الوَدَاعِ، وَالَّتِي لَمْ تُضَمَّرْ أَمَدُهَا ثَنِيَّةُ الوَدَاعِ إِلَى مَسْجِدِ بَنِي زُرَيْقٍ» وَأَنَّ عَبْدَ اللَّهِ كَانَ فِيمَنْ سَابَقَ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memperlombakan kuda yang telah dikuruskan[1] dari Hafyaa[2] sampai Tsaniyyatul Wadaa’, dan memperlombakan kuda yang tidak dikuruskan juga dari Tsaniyyah sampai Masjid bani Zuraiq, dan Ibnu Umar termasuk orang yang ikut lomba.” (HR. Bukhari-Muslim, Imam Bukhari menambahkan: Sufyan berkata: “Dari Hafyaa’ ke Tsaniyyatul Wadaa’ kira-kira lima atau enam mil, sedangkan dari Tsaniyyah ke Masjid Bani Zuraiq kira-kira satu mil.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

لاَ سَبَقَ إِلاَّ فِي خُفٍّ اَوْ نَصْلٍ أَوْ حَافِرٍ

“Tidak ada hadiah perlombaan[3], kecuali dalam pacuan unta, memanah atau pacuan kuda.” (Hadits hasan, diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Majah dan Tirmidzi)

Hadits ini menunjukkan bolehnya perlombaan dengan hadiah, dan nanti akan dibahas lebih lanjuta tentang perlombaan dengan hadiah, insya Allah.

Dan lebih dari seorang ulama menukilkan ijma’ tentang kebolehannya secara garis besar.

Perlombaan bisa menjadi mustahab (sunat) tergantung niat dan tujuan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Perlombaan kuda, panah dan yang termasuk perlengkapan perang termasuk diperintahkan Allah dan Rasul-Nya, di mana hal itu termasuk membantu jihad fii sabiilillah.”

Ia juga mengatakan, “Berlomba, gulat dan sebagainya, termasuk ketaatan jika tujuannya membela Islam, mengambil hadiahnya adalah mengambil yang hak. Bahkan boleh bermain yang ada maslahat tanpa ada madharratnya, dan makruh bermain ayunan.”

Juga mengatakan, “Dan segala yang melalaikan serta membuat lalai dari perintah Allah, maka hal itu dilarang. Meskipun jenisnya tidak dilarang seperti jual beli dan perdagangan. Adapun semua permainan yang dilakukan oleh para pengangguran dan perbuatan sia-sia yang tidak bisa membantu hak syar’i, maka semuanya haram.”

Para ulama membuat bab tentang masalah ini dengan nama Bab Al Furuusiyyah.

Furuusiyyah ada empat macam:

  1. Menunggang kuda, memberhentikan serta membuat lari kuda.
  2. Memanah dan menggunakan alat-alat sejenis.
  3. Memainkan tombak.
  4. Memainkan pedang.

Siapa yang menguasai 4 hal ini, maka telah menguasai Furuusiyyah.

Dibolehkan juga perlombaan balap lari, mengendarai hewan atau kendaraan.

Imam Al Qurthubiy mengatakan, “Tidak ada khilaf tentang bolehnya berlomba kuda dan hewan-hewan lainnya, demikian juga perlombaan lari. Juga perlombaan memanah dan menggunakan senjata, karena hal itu melatih seseorang dalam berperang.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri pernah berlomba lari dengan Aisyah dan bergulat dengan Rukaanah.

Syarat Sah Musabaqah

Untuk keabsahan musaabaqah disyaratkan lima syarat:

  1. Ditentukan kendaraan yang akan ditunggangi dengan melihat langsung.
  2. Kendaraannya sama, juga dalam hal panah-memanah ditentukan siapa para pemanah, karena tujuannya adalah agar diketahui kemahiran mereka dalam memanah.
  3. Ditentukan jarak agar diketahui siapa yang lebih dulu atau mendapatkannya, tentunya hal ini dengan ditentukan dari mana mulainya dan sampai di mana akhirnya.
  4. Hadiahnya diberitahukan dan mubah.
  5. Tidak ada perjudian di sana. Misalnya hadiah bukan dari para peserta atau salah satunya. Nanti akan diterangkan perlombaan dengan adanya taruhan, insya Allah.
  6. Untuk lomba memanah tidak boleh memanah sesuatu yang memiliki ruh, seperti burung dsb. Abdullah bin Umar pernah melihat beberapa orang yang menjadikan ayam sebagai sasaran, maka ia berkata:

إِنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعَنَ مَنِ اتَّخَذَ شَيْئًا فِيهِ الرُّوحُ غَرَضًا

Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat orang yang menjadikan sesuatu yang memiliki ruh sebagai sasaran.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Perlombaan dengan Hadiah

1. Apabila lomba tersebut adalah lomba yang disebutkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti berkuda, pacuan unta dan memanah, maka  pemenang boleh diberi hadiah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ سَبَقَ إِلاَّ فِي خُفٍّ اَوْ نَصْلٍ أَوْ حَافِرٍ

Tidak ada hadiah perlombaan, kecuali dalam pacuan unta, memanah atau pacuan kuda.” (Hadits hasan, diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Majah dan Tirmidzi)

Hal itu, karena perlombaan ini termasuk latihan berperang. Hadits ini menunjukkan tidak boleh mengambil hadiah selain dari perlombaan ini. Namun ada yang mengatakan bahwa maksud hadits ini adalah bahwa perlombaan yang lebih berhak diadakan hadiah adalah tiga perlombaan ini, karena sempurnanya manfaat dan maslahatnya yang merata.

2. Apabila lomba-lomba tersebut semakna dengan yang disebutkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti lomba lari, renang, gulat, dan lainnya, maka pendapat yang kuat adalah dibolehkan adanya hadiah bagi pemenangnya. Pendapat ini dipegang oleh ulama madzhab Syafi’i, madzhab Hanafi, Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim.

3. Lomba yang bermanfa’at, tetapi tidak semakna dengan lomba yang disebutkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menurut madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hanbali dan Ibnu Hazm adalah tidak diperbolehkan adanya hadiah.

Namun sebagian ulama berpendapat boleh diberikan hadiah dengan syarat hadiah tersebut bukan dari peserta lomba agar selamat dari perjudian.

Menurut Syaikh Shalih Al Fauzan, bahwa perlombaan yang mubah terbagi dua:

1. Ada maslahat syar’i di sana, seperti melatih berjihad dan latihan terhadap suatu ilmu.

2. Yang tujuannya hanya bermain saja, tetapi ada madharrat di sana.

Untuk no. 1 yang di sana diperbolehkan mengambil hadiah adalah  dengan memperhatikan syarat-syarat yang telah disebutkan sebelumnya (lihat Syarat sah musabaqah).

Adapun untuk no. 2 hukumnya boleh, namun dengan syarat tidak melalaikan dari kewajiban atau tidak melalaikan dari dzikrullah dan shalat. Untuk no. 2 ini tidak boleh mengambil hadiah padanya.

Bersambung…

Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalhihi wa shahbihi wa sallam.

Oleh: Marwan bin Musa

Artikel www.Yufidia.com

Maraji’: Fiqh Muyassar Fii Dhau’il Kitab was Sunnah (beberapa ulama), Fiqhus Sunnah (Sayyid Sabiq), Al Mulakhkhash Al Fiqhiy (Shalih Al Fauzan), Al Maktabatusy Syamilah dll.


[1] Caranya dengan memberinya makan hingga gemuk, setelah itu tidak diberi makan selain makanan pokok saja agar menjadi ringan selama 40 hari.
[2] Hafya adalah satu tempat di luar Madinah.
[3] Kata “Sabaqa” artinya hadiah perlombaan, adapun “Sabqa” artinya perlombaan.

Flashdisk Video Belajar Iqro Belajar Membaca Al-Quran

KLIK GAMBAR UNTUK MEMBELI FLASHDISK VIDEO BELAJAR IQRO, ATAU HUBUNGI: +62813 26 3333 28