Pahala dan siksa itu tergantung dari jenis amal dalam ketentuan Allah dan syariat-Nya. Ini merupakan alasan Allah menciptakan langit dan bumi, sebagaimana firman-Nya,
“Jika kamu menyatakan suatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan suatu kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Mahakuasa.” (QS. An-Nisa: 149)
Dan firman-Nya,
“Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu?” (QS. An-Nur: 22)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang tidak sayang (terhadap yang lain), maka ia tidak disayang.”
Beliau bersabda,
“Allah itu ganjil (witir) dan menyukai yang ganjil.”
Beliau bersabda,
“Sesungguhnya Allah itu indah dan mencintai keindahan.”
Beliau bersabda,
“Sesungguhnya Allah itu baik, dan tidak menerima melainkan yang baik.”
Beliau bersabda,
“Sesungguhnya Allah itu bersih mencintai kebersihan.”
Karena itu, tangan pencuri dipotong, disyariatkan memotong tangan dan kaki penyamun (perampok), dan disyariatkan qishash menyangkut darah, harta, dan jiwa. Apabila memungkinkan bahwa hukuman itu sama dengan jenis kemaksiatan, maka itulah yang disyariatkan, menurut kemampuan. Misalnya, apa yang diriwayatkan dari Umar bin al-Khaththab radhiallahu ‘anhu mengenai saksi palsu. Ia memerintahkan supaya menaikkan orang tersebut di atas kendaraan secara terbalik dan mukanya dihitamkan. Karena ia telah berani membolak-balikkan perkataan, maka wajahnya dibalikkan dan karena ia menghitamkan wajah (membikin malu orang yang dituduh) dengan kedustaan, maka dihitamkan pula wajahnya. Ini, mengenai ta’zir orang yang bersaksi palsu, telah disebutkan oleh segolongan ulama dari para sahabat Ahmad dan selainnya.
Karenanya, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar).” (QS. Al-Isra: 72)
Dia berfirman,
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada Hari Kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia, ‘Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?’ Allah berfirman, ‘Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan’.” (QS. Thaha: 124-126)
Dalam hadits disebutkan,
“Orang-orang yang sombong dan merasa besar akan dikumpulkan dalam bentuk pasir-pasir yang diinjak-injak oleh manusia dengan kaki-kaki mereka.”
Karena mereka telah menghinakan hamba-hamba Allah, maka Dia pun menghinakan mereka untuk hamba-hamba-Nya. Sebagaimana halnya orang-orang bertawadhu karena Allah, maka Allah akan mengangkat derajatnya dan menjadikan para hamba bertawadhu kepada mereka. Semoga Allah memperbaiki keadaan kami dan seluruh saudara kami kaum beriman, serta memberikan taufik kepada kami dan seluruh saudara kami kaum beriman terhadap sesuatu yang dicintai dan diridhai-Nya, baik pernyataan maupun perbuatan. Segala puji bagi Allah, Rabb alam semesta, dan semoga shalawat dilimpahkan-Nya atas penghulu kami, Muhammad, keluarganya dan para sahabatnya.
Sumber: Kumpulan Fatwa Ibnu Taimiyah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Darul Haq
Artikel www.Yufidia.com