Pengertian secara bahasa tauhid rububiah

Tauhid berarti mengesakan atau menunggalkan. Yakni memercayai dan meyakini keesaan Allah, bahwa Allah itu Maha Esa. Tauhid Ar-rububiah, berarti meyakini bahwa Allah Maha Esa dalam rububiah-Nya.

Kata rububiah secara bahasa diambil dari akar kata “rabb” yang artinya ‘Tuhan’ atau ‘pemilik sesuatu’. Contohnya:
Rabbud dar (رَبُّ الدَّارِ), artinya: pemilik rumah.
Rabbul ‘alamin. Artinya, Rabb atau Tuhan dari seluruh ‘alam.

Dalam bahasa Arab, “‘alam” artinya ‘ciptaan Allah’. Segalanya, kecuali Allah, disebut “‘alam“. Kata “rabb” itu sendiri diambil dari kata “rabba” yang merupakan bentuk kata benda abstrak, kata bendanya adalah “tarbiyah“.

Arti “rabba” (رَبىَّ) atau tarbiyah yang secara bahasa adalah ‘memelihara sesuatu hingga tumbuh sempurna’. Maka, kata “tarbiyah” bisa berarti pendidikan, pembinaan, bahkan juga bisa berarti peternakan, karena semuanya bermakna memelihara hingga tumbuh sempurna. Oleh sebab itu, kata majikan, tuan, raja, juga bisa disebut rabb. Contohnya, dalam Alquran, Allah berfirman, yang artinya, “… Terangkan keadaanku ini kepada rabb (tuan) mu. Maka setan menjadikan dia lupa menerangkan (keadaan Yusuf) kepada tuannya. Karena itu tetaplah dia (Yusuf) dalam penjara beberapa tahun lamanya.” (Q.s. Yusuf : 42)

Namun kata “Rabb” lebih banyak digunakan dalam istilah syariat dalam makna yang mirip dengan kata “Tuhan” dalam bahasa kita. Contohnya, seperti disebutkan dalam Alquran,
“Musa berkata (pula), “Rabb (Tuhan) kamu dan Rabb (Tuhan) nenek-nenek moyang kamu yang dahulu ….” (Q.s. Asy Syu’ara : 26)

Pengertian secara istilah tauhid rububiah

Kata “rububiah” adalah sejenis kata kerja yang dijadikan kata benda, yang di bagian akhirnya diberi tambahan  huruf ya’-nisbah, yaitu “-iyah“. Asalnya adalah kata “rubub” saja. Fungsi ya’-nisbah ini mengandung makna bahwa kata itu berarti karakter. Seperti bila kita menyebut bahwa sekolah ini adalah sekolah islamiah, berarti memiliki karakter dasar yang islami, yang berdasar pada nilai-nilai Islam.

Jadi, tauhid ar-rububiah adalah mengesakan Allah, dalam hal-hal yang menjadi karakter ketuhanan yang hanya dimiliki oleh Allah semata. Contohnya, menciptakan segala sesuatu dari tidak ada menjadi ada, memberikan dan menetapkan rezeki, menghidupkan dan mematikan, memberi kemuliaan dan kehinaan. Semua itu adalah karakter-karakter ketuhanan yangdipunyai oleh Allah saja.

Bukankah manusia juga bisa menciptakan?

Manusia juga menciptakan sesuatu namun hal itu berbeda dengan penciptaannya Allah. Hal ini ditinjau dari beberapa segi:

Pertama, bahwa kemampuan mencipta yang dimiliki oleh manusia, juga diciptakan oleh Allah. Itu seperti robot membuat robot. Manusia mendesain robot sehingga bisa membuat robot lain. Begitu juga Allah mendesain manusia, agar mampu menciptakan banyak hal di dunia.

Kedua, bahwa manusia tidak menciptakan sesuatu dari tidak ada menjadi ada. Seperti Allah menciptakan Adam dan Hawa, menciptakan langit dan bumi, dan seterusnya. Manusia hanya ‘merangkai’ segala sesuatu yang Allah ciptakan di dunia ini.

Demikian juga tentang rezeki. Seseorang bisa memberi sedekah, hadiah, atau apa saja kepada orang lain. Tapi sesungguhnya, ia hanya memindahkan “rezeki” yang sudah Allah ciptakan dunia ini, ke tangan orang lain. Ia bukanlah pemberi rezeki, tapi hanya penyampai rezeki.

Dalil-dalil tentang beriman kepada rububiah Allah

Dalil tentang beriman kepada rububiah Allah ada tiga: dalil wahyu, dalil akal, dan dalil fitrah.

Dalil-dalil wahyu
“Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.” (Q.s. Al Fatihah: 2)
“Katakanlah, ‘Siapakah Tuhan langit dan bumi?’ Katakan: ‘Allah’.” (Q.s. Ar Ra’du: 16)
“Tuhan Yang memelihara langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, jika kalian orang-orang yang meyakini. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menghidupkan dan Yang mematikan. (Dialah) Tuhan kalian dan Tuhan bapak-bapak kalian yang terdahulu.” (Q.s. Ad-Dukhan: 7-8)
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), ‘Bukankah Aku ini Tuhan kalian?’ Mereka menjawab, ‘Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi’.” (Q.s. Al A’raf: 172)
“Katakanlah, ‘Siapakah Pemilik langit yang tujuh dan pemilik Arasy yang besar?’ Mereka akan menjawab, ‘Kepunyaan Allah. Katakanlah, ‘Maka apakah kalian tidak bertakwa’?” (Q.s. Al Mukminun: 86-87).

Penjelasan para nabi dan para rasul tentang rububiah Allah Ta’ala

Adam ‘alaihis salam berkata dalam doanya, “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (Q.s. Al A’aaf: 23)

Nabi Nuh ‘alaihis salam berkata dalam doanya kepada Allah Ta’ala, “Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah mendustakan aku. Maka, adakanlah keputusan antaraku dan antara mereka, dan selamatkanlah aku dan orang-orang yang Mukmin besertaku.” (Q.s. As Syu’ara’: 117-118).

Nabi Ibrahim ‘alaihis salam berkata dalam doanya untuk Makkah, dirinya dan anak keturunannya, “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Makkah), negeri yang aman, dan jauhkanah aku beserta anak cucuku dari menyembah berhala-berhala.” (Q.s. Ibrahim: 35)

Nabi Yusuf ‘alaihis salam berkata dalam pujiannya kepada Allah Ta’ala, dan doanya kepada-Nya, “Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebagian ta’bir mimpi. (Ya Tuhan), Pencipta langit dan bumi. Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang shalih.” (Q.s. Yusuf: 101)

Nabi Musa ‘alaihis salam berkata dalam salah satu permintaanya, “Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku. Dan mudahkanlah untukku urusanku. Dan lepaskanlah kekuatan dari lidahku. Supaya mereka mengerti perkataanku. Dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku.” (Thaha: 25-29).

Nabi Harun ‘alaihis salam berkata kepada Bani Israil, “Sesungguhnya Tuhan kalian ialah (Tuhan) Yang Maha Pemurah, maka ikutilah aku dan taatilah perintahku.” (Q.s. Thaha: 90)

Dalil-dalil akal

Di antara dalil-dalil akal yang benar tentang rububiah Allah Azza wa Jalla terhadap segala hal adalah sebagai berikut.

Keesaan Allah Ta’ala dalam penciptaan segala sesuatu. Karena sudah menjadi kesepakatan  manusia, bahwa penciptaan, dan pembentukan itu tidak diklaim dan tidak ada yang sanggup melakukannya kecuali Allah ta’ala.

Allah  berfirman, yang artinya, “Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah, Maha suci Allah, Tuhan semesta alam.” (Q.s. Al A’raf: 54)

“Padahal Allah-lah yang menciptakan kalian dan apa yang kalian perbuat.” (Q.s. Ash Shaffat: 96)

“Segala puji bagi Allah Yang telah menciptakan langit dan bumi, dan mengadakan gelap dan terang, namun orang-orang yang kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan mereka.” (Q.s. Al An’am: 1)

“Dan Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikannya kembali, dan menghidupkan kembali itu lebih mudah bagi-Nya. Dan bagi-Nyalah sifat yang Mahatinggi di langit dan di bumi dan Dialah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (Q.s. Ar Ruum: 27)

“Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya. Sesungguhnya Kami benar-benar telah mencurahkan air (dari langit). Kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya. Lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu. Anggur dan sayur-sayuran. Zaitun dan pohon kurma. Kebun-kebun (yang) lebat. Dan buah-buahan serta rumput-rumputan.” (Q.s. Abasa: 24 – 31)

“Yang telah menjadian bagi kalian bumi sebagai hamparan dan Yang telah menjadikan bagi kalian di bumi itu jalan-jalan, dan menurunkan dari langit air hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dan tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam. Makanlah dan gembalakanlah binatang-binatang kalian. Sesungguhnya pada yang demikian itu, terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berakal.” (Q.s. Thaha: 53-54)

“Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kalian dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kalian yang menyimpannya.” (Q.s. Al Hijr: 22)
.
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah yang memberi rizkinya, dan dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (Q.s. Huud: 6)

Jika telah terbukti tidak ada pemberian rizki selain Allah Ta’ala, maka itu sekaligus dalil tentang kerububiahan Allah  terhadap makhluk-Nya

Dali Fitrah

Secara fitrah, semua orang mengakui dan meyakini bahwa alam semesta ini ada penciptanya, ada yang mengatur, ada yang memiliki. Perasaan ini muncul secara alami. Itulah makna fitrah yang Allah sebutkan dalam Al Qur’an, yang artinya: “Ikutilah fitrah Allah, dimana Allah ciptakan manusia di atas fitrah tersebut.” (Q.s. Ar Rum: 30)

Hakikat iman kepada rububiah Allah

Iman terhadap rububiah Allah, artinya mengimani bahwa Allah semata sebagai Rabb, tidak ada sekutu dan pembantu bagi-Nya. Rabb artinya adalah yang mencipta, menguasai, dan memerintah. Itu artinya tidak ada pencipta selain Allah. Tidak ada penguasa selain Dia. Tidak ada perintah kecuali wewenang-Nya. Allah ta’ala berfirman, yang artinya,
“Ingatlah, segala penciptaan dan urusan adalah menjadi hak-Nya.” (Q.s. Al A’raaf: 54)

Allah berfirman, yang artinya, “Yang berbuat demikian itu adalah Allah Rabb kalian, milik-Nya lah segala kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain-Nya tidak memiliki apa-apa walaupun hanya setipis kulit ari.” (Q.s. Fathir: 13)

Tidak pernah diketahui ada seorang pun di antara manusia ini yang mengingkari rububiah Allah Yang Maha Suci kecuali karena faktor kesombongan dan tidak dilandaskan dengan keyakinan atas apa yang diucapkannya. Hal itu sebagaimana yang terjadi pada diri Fir’aun, ketika dia berkata kepada kaumnya,

أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَىٰ

“Aku adalah Rabb kalian yang paling tinggi.” (Q.s. An Nazi’at: 24)

Dan dia mengatakan,

يَا أَيُّهَا الْمَلَأُ مَا عَلِمْتُ لَكُم مِّنْ إِلٰهٍ غَيْرِي

“Wahai para pembesar kaumku! Aku tidak mengetahui bagimu ada sesembahan selain diri-Ku.” (Q.s. Al Qashash: 38)

Akan tetapi, apa yang diucapkannya itu BUKAN muncul dari keyakinan hatinya karena isi hatinya beriman bahwa Pengatur alam semesta adalah Allah. Allah ta’ala berfirman menceritakan keadaan batin mereka ketika mendengar dakwah Nabi Musa ‘alaihis salam, yang artinya, “Mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongannya, padahal hati mereka meyakini kebenarannya.” (Q.s. An Naml: 14)

Musa berkata kepada Fir’aun, sebagaimana dikisahkan oleh Allah tentang ucapannya itu, yang artinya, “Sungguh kamu telah mengetahui dengan sebenar-benarnya bahwa tidak ada yang menurunkan (mukjizat-mukjizat) itu kecuali Rabb yang memelihara langit dan bumi. Dan sesungguhnya aku menduga bahwa dirimu benar-benar akan binasa, wahai Fir’aun.” (Q.s. Al Isra’: 102)

Oleh sebab itulah, orang-orang musyrik dahulu telah mengakui rububiah Allah ta’ala padahal mereka adalah orang-orang yang mempersekutukan Allah dalam hal uluhiyah-Nya. Allah ta’ala berfirman,

قُل لِّمَنِ الْأَرْضُ وَمَن فِيهَا إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ قُلْ مَن رَّبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ قُلْ مَن بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ يُجِيرُ وَلَا يُجَارُ عَلَيْهِ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ فَأَنَّىٰ تُسْحَرُونَ

“Katakanlah (Muhammad): Milik siapakah bumi dan segala sesuatu yang ada di dalamnya jika kalian mengetahui? Niscaya mereka akan menjawab: Milik Allah. Katakanlah: Apakah kalian tidak ingat? Katakanlah: Siapakah Rabb yang menguasai langit yang tujuh dan Rabb yang memiliki Arsy yang agung. Niscaya mereka akan menjawab: Itu adalah milik Allah. Katakanlah: Lalu mengapa kalian tidak mau bertakwa? Katakanlah: Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu, sedangkan Dia yang Maha melindungi dan tidak ada yang dapat terlindungi dari siksa-Nya, jika kalian mengetahui? Niscaya mereka akan menjawab: Itu semua adalah milik Allah. Katakanlah: Maka bagaimana kalian bisa tertipu?” (Q.s. Al Mukminun: 84-89)

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ خَلَقَهُنَّ الْعَزِيزُ الْعَلِيمُ

“Sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka, siapakah yang menciptakan langit dan bumi, maka niscaya mereka akan menjawab: Yang menciptakan itu semua adalah yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui.” (Q.s. Az-Zukhruf: 9)

Allah berfirman,

وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّىٰ يُؤْفَكُونَ

“Sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka siapakah yang menciptakan diri mereka, niscaya mereka menjawab: Allah. Lalu dari mana mereka bisa dipalingkan (dari menyembah Allah).” (Q.s. Az Zukhruf: 87)

Urusan Allah Yang Maha Suci meliputi urusan kauni (Alam) dan urusan syar’i (syariat). Sebagaimana Allah adalah pengatur alam semesta dan pemutus perkara di dalamnya sesuai dengan apa yang dikehendaki-Nya dan menurut ketetapan hikmah-Nya. Maka demikian pula Allah menjadi hakim/pemutus urusan di dalamnya dengan mensyariatkan berbagai macam ibadah dan hukum mu’amalah sesuai dengan tuntutan hikmah/kebijaksanaan-Nya.

Barang siapa yang mengangkat selain Allah sebagai pembuat syariat bersama-Nya dalam perkara ibadah, atau menjadikannya sebagai hakim/pemutus urusan dalam hal mu’amalah, maka sesungguhnya dia telah mempersekutukan Allah dan belum dianggap mewujudkan keimanan.

Dari penjelasan beliau di atas kita dapat memetik banyak pelajaran, di antaranya:

  1. Iman terhadap rububiah Allah belum memasukkan pemiliknya dalam golongan orang-orang yang beriman. Hal ini ditunjukkan oleh ayat-ayat yang mengingkari orang-orang musyrik dan mencela mereka karena tidak konsisten dengan keyakinan mereka. Kalau mereka sudah meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya yang mencipta, menguasai dan mengatur segala urusan lalu mengapa mereka beribadah kepada selain Allah ta’ala. Maka hal ini menunjukkan ketidakkonsistenan mereka dalam mengimani rububiah Allah. Kalau mereka konsisten tentunya mereka juga harus beribadah hanya kepada Allah, tidak kepada selain-Nya.
  2. Iman terhadap rububiah itu meliputi keyakinan bahwa Allah adalah yang mencipta segala sesuatu, yang menguasai dan memilikinya, serta Allah satu-satunya yang mengatur segala urusan. Dan ini semua telah diyakini oleh orang-orang musyrik jaman dulu. Hal ini menunjukkan bahwa mereka dikafirkan dan diperangi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan karena masalah ini, akan tetapi karena faktor yang lain yaitu karena mereka mempersekutukan Allah dalam hal ibadah.
  3. Secara fitrah, semua manusia telah mengakui keesaan rububiah Allah, tidak ada yang mengingkarinya kecuali orang yang telah rusak fitrahnya atau karena faktor kesombongan dan kezaliman dirinya.

*****

Referensi:
1. http://abumushlih.com/iman-terhadap-rububiah-allah.html/
2. http://majalah-elfata.com/index.php?
3. http://assunnah-qatar.com/fatwa-artikel-202/480.html?task=view
4. Al Jadawil Al jami’ah fil Ulum An Nafi’ah, Jasim bin Muhammad Al Yasin, dkk. Dar Ad Dakwah Kuwait.
5. Tafsir Zadul Masir, Ibnul Jauzi, Al Maktabah Asy Syamilah

Artikel www.yufidia.com

Flashdisk Video Belajar Iqro Belajar Membaca Al-Quran

KLIK GAMBAR UNTUK MEMBELI FLASHDISK VIDEO BELAJAR IQRO, ATAU HUBUNGI: +62813 26 3333 28