Saya seorang ibu dengan satu anak. Sudah berumah tangga selama 10 tahun. Saya ingin menangnyakan keabsahan rumah tangga yang telah kami tempuh. Karena pada saat nikah, saya telah hamil 2 bulan. Masa lalu saya bergelimang dosa. Pada waktu gadis, saya telah berzina dengan suami sekarang. Pada saat itu, saya kurang mengetahui syariat agama. Saya telah memperturutkan hawa nafsu setan. Saya kadang menyesalkan sikap orang tua yang saat itu tidak segera menikahkan anak perempuannya. Orang tua saya dalam hal beragama juga kurang begitu paham.
Saya tahu, kalau saya telah melakukan dosa besar dan telah mengetahui hukumannya. Untuk memperbaiki kesalahan dosa-dosa masa lalu, ada beberapa hal yang telah saya lakukan.
- Menikah ulang. Saya telah menikah ulang dengan suami sekitar tahun 2000 lalu di hadapan seoarng kyai, dengan mas kawin Rp.100.000,-. Sebagai walinya ialah orang tua saya sendiri. Saat itu, saya memberikan uang Rp.100.000,- pada suamiku untuk mas kawin, lantaran suami saya waktu itu tidak punya uang. Apakah perlu sekarang ini suami membayar hutang kepada saya, padahal setiap bulan suami saya memberikan uang nafkah walaupun jumlahnya sedikit.
- Sholat lima waktu
- Berzakat, bersedekah dan infak.
- Ikut pengajian untuk menambah ilmu agama.
- Saya selalu berusaha menjauhi dosa-dosa, penyakit hati, serta berusaha agar saya bermanfaat bagi orang lain maupun keluarga.
Saya berusaha untuk selalu di jalan yang lurus, tetapi setan selalu menggoda saya. Yang menjadi masalah, setiap saya melakukan ibadah untuk meningkatkan ketakwaan dan mendekatkan kepada Allah, saya semakin merasa berdosa, hina dan takut terhadap siksa neraka karena dosa-dosa masa lalu.
Kadang saya merasa jijik dan malu terhadap diri sendiri. Setiap waktu saya teringat dosa itu, dan sangat tersiksa rasanya. Saya berfikir, mungkinkah Allah mengampuni dosa-dosa saya? Terkadang ada keinginan untuk bercerai dengan suami, untuk menghindari kenangan dosa-dosa masa lalu, tetapi saya merasakan sumai sangat menyayangi saya. Alhamdulillah, rumah tangga kami selama lima tahun ini harmonis. Sebelumnya tidak harmonis, banyak pertengkaran dan cobaan.
Pertanyaan saya, apa yang harus saya lakukan dengan keadaan saya yang setiap saat selalu ingat dosa-dosa masa lalu dan merasa sangat tersiksa bila mengingatnya? Sekian curahan hati saya. Terima kasih.
Jawab:
Setelah membaca kegelisahan hati saudari, kami sangat bersyukur. Insya Allah, langkah-langkah saudari untuk menebus kesalahan masa lalu sudah benar. Begitulah seharusnya, seorang hamba memang harus bertaubat dari kesalahan yang pernah dilakukannya. Allah akan mengampuni dosa-dosa hamba-Nya yang bertaubat kepada-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.” (Az-Zumar: 53)
Maksud ayat tersebut ialah, bila hamba-hamba-Nya bertaubat, tentu Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuninya. Demikian juga bila berbuat syirik, tetapi kemudian bertaubat, aka Allah akan mengampuninya.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam juga menjelaskan dengan sabda Beliau,
“Sungguh Allah sangat lebih bergembira disebabkan taubat hamba-Nya yang mukmin dibandingkan seseorang yang berada di sebuah gurun tandus yang ganas. Ia membawa onta yang memuat makanan dan minumannya. Orang ini tidur (istirahat). Ketika bangun, ontanya telah lenyap, lalu ia mencari ontanya hingga ia diliputi kehausan yang sangat. Dia kemudian berkata: ‘Aku akan kembali saja ke tempat tadi aku berada. Aku akan tidur sampai mati.’ Dia letakkan kepalanya di atas sebelah tangannya menunggu kematian. Tiba-tiba ia bangun, dan ontanya, lengkap dengan bekal makanan dan minumannya sudah berada di sebelahnya. (Maka betapa bergembira ia). Namun Allah sangat lebih bergembira dengan taubat hamba-Nya yang mungkin dibandingkan kegembiraan orang ini ketika menemukan kembali onta dan bekalnya.” (HR. Bukhari, no. 6308 dan Muslim. Syarh Nawawi, tahqiq Khalil Ma’mum Syiha, XVII/64-64, no. 6890).
Jadi langkah Saudari untuk bertaubat tentu sudah benar. Meskipun saudari selalu terkenang dengan dosa-dosa masa lalu bersama suami, bukan berarti saudari harus bercerai dengan suami. Saudari tidak perlu mengambil langkah untuk bercerai. Bahkan saudari harus berusaha menjadi isteri shalihah dan melayani suami dengan baik, membangun hubungan yang semakin harmonis.
Perasaan bersalah yang selalu menghantui saudari, sangat bernilai positif, insya Allah, karena untuk mengingatkan agar saudari selalu berhati-hati dalam melangkah. Namun jangan sampai merusak hubungan rumah tangga yang sudah baik. Jangan sampai melupakan kewajiban sebagai isteri terhadap suami. Jangan sampai melalaikan kewajiban ibu terhadap pendidikan anak-anak. Dan jangan sampai menjadikan fisik serta pikiran terganggu atau tidak terurus gara-gara mengingat masa lalu. Ingalah, bahwa saudari harus selalu meningkatkan perbuatan baik.
Kami juga berpesan, tetaplah berbuat baik kepada kedua orang tua, termasuk dengan mertua. Hilangkan prasangka-prasangka buruk kepada mereka. Jangan menyelesaikan sikap prang tua yang telah lewat.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa membimbing kita menuju ridha-Nya, dan membimbing kita untuk senantiasa istiqomah menjalani tugas dan kewajiban dari-Nya, sampai nyawa terlepas dari badan. Kita pun diterima di sisi-Nya dengan husnul khatimah.
Sumber: Majalah As-Sunnah Edisi 3 Tahun IX 1426 H/2005M