Adapun dusta dan sejenisnya, maka tidak ada qishashnya, tapi terdapat sanksi selain itu. Yang termasuk kedustaan antara lain, hukuman menuduh berzina yang absah dalam Alquran, sunah dan Ijma. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka untuk selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang fasik. Kecuali orang-orang yang bertaubat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nur: 4-5)
Jika seorang merdeka menuduh seorang muhshan (muslim, merdeka dan memelihara diri) berzina dan melakukan homoseksual (liwath), maka dia berhak mendapatkan sanksi karena tuduhan tersebut, yaitu 80 kali cambuk. Jika ia menuduhnya dengan tuduhan selain itu, maka ia diberi sanksi ta’zir.
Sanksi ini menjadi hak orang yang dituduh. Menurut kesepakatan para ahli fikih, hak tersebut tidak boleh dijalankan melainkan dengan permintaannya. Tapi menurut jumhur ulama, jika ia memaafkannya, maka sanksi tersebut gugur. Karena yang dominan di dalamnya ialah hak orang yang terzalimi, seperti halnya qishash dan harta. Ada pula yang berpendapat sanksi tersebut tidak gugur, karena hak Allah lebih dominan dan tidak ada kesetaraan, seperti halnya hudud dan lainnya. Hukuman karena menuduh zina hanya wajib dilaksanakan, apabila orang yang dituduh itu seorang muhshan –yaitu muslim, merdeka lagi memelihara diri-.
Adapun orang yang sudah masyhur dengan perbuatan maksiat, maka tidak ada had bagi orang yang menuduhnya, demikian pula orang kafir dan hamba sahaya, tetapi orang yang menuduhnya diberi sanksi ta’zir.
Untuk seorang suami, ia boleh menuduh istrinya, apabila ia berzina tapi tidak hamil dari perzinaan tersebut. Apabila ia hamil dari perzinaan itu dan melahirkan anak, maka ia harus menuduhnya dan menafikan anaknya; jika ia telah menuduhnya, maka wanita tersebut memilih dua kemungkinan: mengaku berzina atau melaknat suaminya, sebagaimana disinyalir dalam Alquran dan sunah. Sekiranya penuduh itu seorang hamba sahaya, maka ia dihukum dera separuh hukuman yang berlaku bagi orang merdeka. Demikian pula mengenai dera zina dan meminum khamr. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, mengenai hamba sahaya,
“Kemudian jika mereka mengerjakan perbuatan yang keji (zina), maka atas mereka separo hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami.” (QS. An-Nisa: 25)
Adapun bila sanksi yang wajib itu berupa pembunuhan atau potong tangan, maka tidak berlaku separuh hukuman.
Sumber: Kumpulan Fatwa Ibnu Taimiyah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Darul Haq
Artikel www.Yufidia.com