Ibnu Mas’ud itu jarang-jarang puasa sunnah. Beliau mengatakan:
إِذَا صُمْتُ ضَعُفْتُ عَنِ الصَّلَاةِ وَأَنَا أَخْتَارُ الصَّلَاةَ عَنِ الصَّوْمِ
“Jika aku berpuasa sunnah aku tidak bisa memperbanyak sholat sunnah. Padahal aku lebih memilih memperbanyak sholat sunnah dibandingkan puasa sunnah.” (Mukhtasar Minhaj Al-Qashidin hlm 57, al-Maktab al-Islamy)
Setiap muslim wajib mengerjakan semua ibadah wajib.
Manusia terbaik adalah orang yang menuntaskan semua ibadah yang wajib dan punya saham dalam semua amal sunnah.
Tidak semua orang bisa demikian.
Abu Bakar adalah shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang punya saham dalam semua amal sunnah setelah setelah tuntas mengerjakan semua ibadah wajib.
Oleh karena itu Abu Bakar nanti di Akhirat akan dipanggil untuk masuk surga dari semua pintu surga. Akan tetapi secara umum Allah Ta’ala memberi bakat kegemaran beramal yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain untuk ibadah sunnah.
Ada yang ringan bersedekah sunnah namun berat berpuasa sunnah.
Ada yang ringan berpuasa sunnah namun berat jika diminta rajin baca al-Quran dst.
Ibnu Mas’ud adalah sahabat Nabi yang ringan untuk memperbanyak sholat sunnah namun kesulitan untuk memperbanyak puasa sunnah. Oleh karena itu puasa sunnah beliau sedikit namun sholat sunnah beliau banyak.
Hendaknya masing-masing kita mengenali diri kita sendiri sendiri dan mengenali amal sunnah yang menjadi bakatnya.
Setelah itu maksimalkan bakat tersebut sehingga amal tersebut bisa menjadi amal andalan, amal sunnah yang paling diharapkan bermanfaat baginya di akhirat nanti.
Orang yang ceroboh adalah orang yang tidak tahu potensi dirinya sehingga tidak memiliki amal andalan.
Penulis: Ustadz Dr. Aris Munandar, S.S., M.P.I.